Tuhan adalah Otoritas Tertinggi
Baru saja ia selesai mengucapkan segala perkataan itu, maka terbelahlah tanah yang di bawah mereka,
dan bumi membuka mulutnya dan menelan mereka dengan seisi rumahnya dan dengan semua orang yang ada pada Korah dan dengan segala harta milik mereka.
Demikianlah mereka dengan semua orang yang ada pada mereka turun hidup-hidup ke dunia orang mati; dan bumi menutupi mereka, sehingga mereka binasa dari tengah-tengah jemaah itu.
Numbers 16:30-33 (NET) But if the Lord does something entirely new, and the earth opens its mouth and swallows them up along with all that they have, and they go down alive to the grave, then you will know that these men have despised the Lord!”
When he had finished speaking all these words, the ground that was under them split open,
and the earth opened its mouth and swallowed them, along with their households, and all Korah’s men, and all their goods.
They and all that they had went down alive into the pit, and the earth closed over them. So they perished from among the community.
Living a life of obedience and loyalty, and recognizing God as the ultimate authority.
Waktu terjadinya sejarah yang termuat dalam pasal ini sama sekali tidak dapat dipastikan. Ada kemungkinan bahwa pemberontakan-pemberontakan ini terjadi setelah kepindahan orang Israel kembali dari Kadesh-Barnea, ketika mereka sudah ditetapkan, kalau saya boleh menyebutnya demikian, untuk mengembara di padang gurun, dan mulai memandang padang gurun sebagai tempat kediaman mereka. Segera sesudah hukum-hukum baru diberikan, muncul kisah tentang sebuah pemberontakan baru, seolah-olah dosa mengambil kesempatan dari perintah untuk menjadi lebih berdosa lagi secara luar biasa. Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Timbulnya suatu pemberontakan yang lancang dan berbahaya melawan Musa dan Harun, di bawah pimpinan Korah, Datan, dan Abiram (ay. 1-15).
1. Korah dan kawanannya menggugat jabatan imam Harun (ay. 3). Musa beradu pendapat dengan mereka, dan berseru kepada Allah untuk meminta penyelesaian atas persengketaan itu (ay. 4-11).
2. Datan dan Abiram berbantah-bantah dengan Musa, dan menolak memenuhi panggilannya, yang sangat mendukakan hati Musa (ay. 12-15).
II. Tampilnya sekumpulan orang yang menuntut jabatan imam di hadapan Allah secara khidmat, sesuai perintah, dan tampilnya kemuliaan Tuhan di depan banyak orang, yang akan melenyapkan seluruh umat, sendainya Musa dan Harun tidak menengahi (ay. 16-22).
III. Diselesaikannya persengketaan itu, dan dihancurkannya pemberontakan itu, dengan melenyapkan para pemberontak.
1. Orang-orang yang berada di dalam kemah-kemah mereka dikubur hidup-hidup (ay. 23-34).
2. Orang-orang yang berada di depan pintu Kemah Pertemuan habis dilalap api (ay. 35), dan perbaraan-perbaraan mereka disimpan untuk dijadikan sebagai suatu peringatan (ay. 37-40).
IV. Sebuah huru-hara baru timbul dari pihak umat (ay. 41-43)
1. Allah menghentikan huru-hara itu dengan menimpakan sebuah tulah (ay. 45)
2. Harun menghentikan tulah itu dengan mempersembahkan ukupan (ay. 46-50).
Gaya dan cara penulisan kisah ini menunjukkan dengan jelas bahwa kegemparan yang terjadi pada saat itu sangatlah besar.
Pemberontakan Korah, Datan, dan Abiram (16:1-11)
Di sini kita mendapati,
I. Sebuah penjelasan mengenai para pemberontak itu, siapa dan apa mereka itu. Mereka bukanlah, seperti sebelumnya, orang dari berbagai-bagai bangsa dan orang-orang pinggiran, yang karenanya tidak pernah disebutkan siapa, melainkan orang-orang yang terhormat dan mulia, yang menjadi panutan. Korah adalah biang keladinya. Ia membentuk dan mengepalai kelompok itu. Itulah sebabnya peristiwa ini disebut kedurhakaan seperti Korah (Yud. 1:11). Ia adalah saudara sepupu Musa, mereka adalah anak-anak dari orangtua yang bersaudara, namun kedekatan hubungan itu ternyata tidak dapat menahan dirinya untuk tidak bersikap kurang ajar dan kasar terhadap Musa. Janganlah heran jika musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Bersama Korah bergabunglah Datan dan Abiram, para pemimpin dari bani Ruben, anak sulung Yakub. Mungkin Korah merasa muak dengan diangkatnya Harun menjadi imam dan ditetapkannya Elisafan sebagai pemimpin puak Kehat (Bil. 3:30). Sedangkan orang-orang Ruben mungkin marah karena suku Yehuda memperoleh tempat kehormatan pertama dalam perkemahan. On disebutkan (ay. 1) sebagai salah satu pemimpin dari kelompok itu, tetapi sesudah itu tidak pernah disebut-sebut lagi dalam seluruh kisah ini. Ini bisa saja karena, seperti menurut sebagian penafsir, ia bertobat dan meninggalkan gerombolan itu, atau karena ia tidak membuat dirinya begitu menonjol seperti Datan dan Abiram. Orang-orang Kehat berkemah pada sisi yang sama dari Kemah Pertemuan seperti orang-orang Ruben. Mungkin hal ini memberikan kesempatan bagi Korah untuk menarik mereka ke dalam komplotannya. Itulah sebabnya orang-orang Yahudi berkata, celakalah orang fasik, dan celakalah tetangganya, yang terancam bahaya akan tertular olehnya.” Dan, karena mereka sendiri tergolong orang-orang yang kenamaan, mereka berhasil membujuk dua ratus lima puluh pemimpin umat itu untuk bersekongkol dengan mereka (ay. 2). Ada kemungkinan bahwa mereka adalah anak-anak sulung, atau setidak-tidaknya para kepala dari kaum-kaum mereka, yang, sebelum pengangkatan Harun, pernah melayani dalam pekerjaan-pekerjaan kudus. Perhatikanlah, keangkuhan, hasrat untuk berkuasa, dan keinginan para petinggi untuk menyaingi sesama, sudah selalu menjadi penyebab banyak kejahatan, baik dalam jemaat maupun pemerintahan. Semoga Allah dengan anugerah-Nya membuat para pembesar menjadi rendah hati, dan dengan begitu memberikan kedamaian dalam zaman kami, ya Tuhan! Orang-orang termasyhur, dan orang-orang yang kenamaan, seperti yang digambarkan tentang orang-orang ini, adalah para pendosa besar dari dunia purbakala (Kej. 6:4). Kemasyhuran dan kenamaan yang mereka miliki tidak memuaskan mereka. Mereka sudah tinggi, tetapi masih ingin menjadi lebih tinggi lagi, dan dengan demikian orang-orang yang termasyhur menjadi orang-orang yang tercela.
II. Keluhan para pemberontak (ay. 3). Apa yang mereka pertengkarkan adalah ditetapkannya jabatan imam atas Harun dan keluarganya, yang menurut mereka merupakan kehormatan yang terlalu besar untuk diberikan oleh Musa dan diterima oleh Harun. Dan dengan demikian keduanya didakwa merebut kekuasaan: “Sekarang cukuplah itu.” Atau, “Cukuplah engkau berkuasa begitu lama. Dan sekarang pertimbangkanlah untuk menyerahkan kedudukanmu kepada orang-orang yang sama berhaknya atas kedudukan itu, dan yang sama cakapnya untuk mengelolanya.”
1. Dengan sombong mereka memegahkan kekudusan umat, dan hadirat Allah di dalamnya. “Segenap umat itu adalah orang-orang kudus, dan sama pantasnya untuk ditugaskan mempersembahkan korban seperti Harun, dan seperti yang ditugaskan kepada para kepala keluarga dulu, dan TUHAN ada di tengah-tengah mereka, untuk memimpin dan memberikan pengakuan terhadap mereka.” Tidak ada alasan bagi mereka untuk memegahkan kemurnian umat, atau perkenanan Allah, karena umat itu sudah begitu sering dan belum begitu lama ini tercemar oleh dosa, dan sekarang berada di bawah tanda-tanda murka Allah. Ini seharusnya membuat mereka bersyukur atas adanya imam-imam yang akan menjadi pengantara mereka dengan Allah. Akan tetapi, bukannya bersyukur, mereka malah iri hati terhadap para imam.
2. Mereka secara tidak adil menuduh Musa dan Harun telah mengambil kehormatan bagi diri mereka sendiri, padahal sudah jelas, tanpa bisa dibantah, bahwa Musa dan Harun dipanggil untuk pelayanan itu oleh Allah (Ibr. 5:4). Dengan begitu, mereka tidak mau mempunyai para imam sama sekali, atau pemerintahan apa pun, tidak mau ada pemimpin baik dalam perkara-perkara kemasyarakatan maupun kerohanian, tidak mau ada yang menjadi pemimpin atas umat, tidak mau ada yang mengatasinya. Atau mereka tidak mau menerima penegakan pemerintahan yang telah ditetapkan Allah. Lihatlah di sini,
(1) Jiwa seperti apa yang dimiliki orang-orang yang menginginkan kesamarataan dalam segala hal, dan orang-orang yang memandang rendah pemerintahan, dan menolak kekuasaan-kekuasaan yang telah ditetapkan Allah atas mereka. Mereka adalah orang-orang yang sombong, pendengki, haus kekuasaan, pengacau, fasik, dan tidak berbudi.
(2) Perlakuan apa yang dapat diharapkan oleh orang-orang yang terbaik dan paling berguna sekalipun, bahkan dari orang-orang yang sudah mereka layani. Jika orang-orang yang paling berhak untuk berkuasa digambarkan sebagai perebut kekuasaan, dan orang-orang yang memerintah dengan baik digambarkan sebagai penguasa lalim, hendaklah mereka ingat bahwa Musa dan Harun pun diperlakukan dengan sewenang-wenang seperti itu.
III. Sikap Musa ketika keluhan para pemberontak itu disampaikan kepadanya. Bagaimana ia menyikapi hal itu?
1. Musa bersujud (ay. 4), seperti sebelumnya (14:5). Dengan demikian ia menunjukkan betapa ia mau menuruti kehendak mereka, dan betapa ia mau mengundurkan diri dari tugas pemerintahannya, kalau saja itu sejalan dengan kewajibannya kepada Allah dan kesetiaannya pada kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Dengan demikian juga ia memohon kepada Allah, melalui doa, untuk diberi petunjuk tentang apa yang harus ia katakan dan lakukan atas kejadian yang menyedihkan ini. Musa tidak mau berbicara dengan mereka sebelum ia merendahkan hati dan menenangkan jiwanya seperti itu yang tidak bisa tidak, pasti sudah mulai memanas, dan sebelum ia menerima petunjuk dari Allah. Dalam keadaan seperti itu, hati orang benar menimbang-nimbang jawabannya, dan meminta nasihat dari mulut Allah.
2. Musa sepakat untuk menyerahkan perkara itu kepada Allah, dan membiarkan Allah memutuskannya, sebab ia betul-betul yakin akan kebaikan haknya, dan sekalipun begitu rela untuk mengundurkan diri, jika Allah menganggap hal itu baik, untuk menyenangkan hati umat yang tidak puas ini dengan calon pemimpin lain. Perkara yang jujur tidak takut diuji dengan segera. Bahkan esok hari, biarlah perkara itu digelar (ay. 5-7). Biarlah Korah dan segenap pengikutnya membawa perbaraan mereka, dan mempersembahkan ukupan di hadapan TUHAN. Dan, jika Ia menyatakan perkenanan-Nya atas mereka, maka itu bagus. Musa sekarang menghendaki supaya segenap umat Tuhan menjadi imam, jika Allah memang berkenan, sama seperti sebelumnya ia menghendaki supaya mereka semua menjadi nabi (11:29). Tetapi jika Allah, setelah dimintai pertimbangan, menetapkan pilihan pada Harun dan seperti yang tidak diragukan lagi akan dilakukan-Nya, maka mereka akan mendapati betapa sangat berbahayanya melakukan percobaan itu. Oleh karena itu Musa menangguhkan perkara itu sampai keesokan harinya, untuk mencari tahu apakah, sesudah membawa tidur perkara itu, mereka akan berhenti, dan mencabut tuntutan-tuntutan mereka.
3. Musa memperdebatkan perkara itu secara adil dengan mereka, untuk meredam pemberontakan dengan penalaran yang baik, sekiranya mungkin, sebelum perkara itu sampai pada pengadilan Allah. Sebab pada saat itu Musa tahu bahwa hal itu akan berakhir dengan dipermalukannya para penggugat.
(1) Musa menyebut mereka orang-orang Lewi (ay. 7), dan lagi (ay. 8). Mereka berasal dari sukunya sendiri, bahkan, mereka adalah suku milik Allah. Oleh sebab itu, semakin buruk bagi mereka bahwa mereka memberontak seperti itu terhadap Allah dan juga terhadap Musa. Belum begitu lama orang-orang Lewi tampil dengan gagah berani di pihak Allah, dalam perkara anak lembu emas, dan mendapat kehormatan yang abadi karenanya. Akankah orang-orang yang pada saat itu menjadi satu-satunya yang tidak bersalah, sekarang menjadi para penjahat utama, dan kehilangan segala kehormatan yang telah mereka peroleh? Mungkinkah ada sekam seperti itu di tempat pengirikan Allah? Orang-Orang Lewi, namun merupakan para pemberontak?
(2) Musa menjawab tuduhan mereka dengan tajam, dan mengembalikannya kepada diri mereka sendiri. Mereka secara tidak adil telah mendakwa Musa dan Harun bahwa keduanya sudah bertindak keterlaluan, meskipun mereka hanya melakukan tugas yang telah ditanggungkan Allah atas mereka, dan tidak lebih. “Tidak,” kata Musa, “Cukuplah itu, hai orang-orang Lewi!” (ay. 7. KJV: Engkau sudah bertindak keterlaluan, hai orang-orang Lewi!). Perhatikanlah, orang-orang yang mau mengambil alih dan menentang ketetapan Allah, sudah bertindak keterlaluan. Cukuplah bagi kita untuk menurut, keterlaluan jika kita mau menyuruh-nyuruh.
(3) Musa menunjukkan kepada mereka hak istimewa yang mereka miliki sebagai orang-orang Lewi, yang sudah cukup bagi mereka, hingga mereka tidak perlu berhasrat untuk mendapat kehormatan dari jabatan imam (ay. 9-10). Ia mengingatkan mereka betapa besarnya kehormatan yang kepadanya mereka diangkat, sebagai orang-orang Lewi.
[1] Mereka dipisahkan dari umat Israel, dibedakan dari mereka, dijunjung martabatnya di atas mereka. Daripada mengeluh bahwa keluarga Harun ditinggikan di atas keluarga mereka, seharusnya mereka bersyukur bahwa suku mereka ditinggikan di atas suku-suku lainnya, walaupun mereka dalam segala hal sejajar dengan suku-suku itu. Perhatikanlah, akan membantu mencegah kita iri hati terhadap orang-orang yang berada di atas kita, jika kita mempertimbangkan sebagaimana mestinya berapa banyak orang yang berada di bawah kita. Daripada marah-marah karena ada orang yang lebih ditinggikan daripada kita dalam kehormatan, kekuasaan, harta benda, atau pengaruh, dalam karunia, anugerah, atau kebergunaan, beralasan bagi kita untuk memuji Allah jika kita, yang paling hina di antara segala orang kudus, tidak ditempatkan di antara yang paling terakhir. Mungkin ada banyak orang yang pantas mendapatkan yang lebih baik, namun tidak diberi kedudukan yang begitu baik.
[2] Orang-orang Lewi dipisahkan untuk kehormatan-kehormatan yang amat besar dan berharga.
Pertama, untuk dibawa mendekat kepada Allah, lebih dekat daripada orang-orang Israel awam, meskipun orang-orang Israel awam juga merupakan umat yang dekat dengan-Nya. Semakin dekat orang kepada Allah, semakin besar pula kehormatan mereka.
Kedua, untuk melakukan pekerjaan pada Kemah Suci. Membawa perkakas-perkakas tempat kudus, dan melakukan pekerjaan apa saja di Kemah Suci, sudah cukup terhormat. Melayani Allah bukan saja merupakan kemerdekaan yang sempurna, melainkan juga kehormatan yang besar.
Ketiga, untuk bertugas bagi umat untuk melayani mereka.
Perhatikanlah, orang yang benar-benar besar adalah mereka yang melayani masyarakat, dan merupakan kehormatan bagi hamba-hamba Allah untuk menjadi pelayan-pelayan jemaat. Bahkan, hal itu semakin meninggikan martabat yang diberikan kepada mereka.
[3] Allah Israel sendirilah yang memisahkan mereka. Adalah tindakan dan perbuatan-Nya untuk menempatkan mereka di tempat mereka, dan karena itu mereka tidak boleh merasa tidak puas. Dan Dia jugalah yang menempatkan Harun di tempatnya, dan karena itu mereka tidak boleh merasa iri kepadanya.
(4) Musa menyatakan dosa mereka karena sudah meremehkan hak-hak istimewa itu: Belum cukupkah bagimu (ay. 9, KJV: Tampak seperti perkara kecilkah hal itu bagimu?). Seolah-olah ia berkata, “Sungguh tidak pantas kalau kamu, dari semua orang, menggerutu tentang jabatan imam Harun, sebab pada saat yang sama ia diangkat pada kehormatan itu, kamu pun dirancang untuk menerima kehormatan lain yang bergantung pada kehormatannya, dan bersinar dengan terang yang berasal dari dirinya.” Perhatikanlah,
[1] Hak istimewa untuk mendekat kepada Allah Israel bukanlah perkara kecil dengan sendirinya, dan karena itu tidak boleh tampak kecil bagi kita. Orang-orang yang mengabaikan kesempatan untuk mendekat kepada Allah, yang bersikap tak acuh di dalamnya dan sekadar mengikuti aturan lahiriah belaka, yang bagi mereka hal itu adalah kewajiban dan bukan kesenangan, tepatlah kita mengajukan pertanyaan ini kepada mereka: “Tampak seperti perkara kecilkah hal itu bagimu, bahwa Allah telah membuatmu menjadi umat yang dekat kepada-Nya?”
[2] Orang-orang yang berhasrat untuk memburu dan merebut kehormatan-kehormatan yang terlarang bagi mereka telah melakukan penghinaan besar terhadap kehormatan-kehormatan yang sudah diberikan kepada mereka. Setiap orang dari kita mendapat bagian kehormatan sebagaimana yang dipandang sesuai bagi kita oleh Allah, dan yang menurut-Nya pantas kita terima, dan bahkan jauh lebih baik daripada yang layak kita terima. Kita harus merasa puas dengan kehormatan ini, dan tidak boleh, seperti orang-orang ini, mengejar hal-hal yang terlalu besar bagi kita sendiri. Sekarang mau pula kamu menuntut pangkat imam? Mereka tidak mau mengaku bahwa mereka menuntut pangkat imam itu, tetapi Musa melihat bahwa inilah yang menjadi tujuan mereka. Hukum Taurat memberikan persediaan yang sangat baik bagi orang-orang yang bertugas melayani mezbah, dan karena itu mereka mau mengajukan diri untuk menjabat pekerjaan itu.
(5) Musa mengartikan pemberontakan mereka sebagai pemberontakan melawan Allah (ay. 11). Sementara mereka berlagak menegaskan kekudusan dan kemerdekaan Israel milik Allah, mereka sebenarnya mengangkat senjata melawan Allah Israel: Engkau ini dengan segenap kumpulanmu, kamu bersepakat melawan TUHAN. Perhatikanlah, orang-orang yang berusaha melawan segala ketetapan dan penyelenggaraan Allah, apa pun itu kepura-puraan mereka, dan entah mereka menyadarinya atau tidak, sebenarnya sedang berusaha melawan Pencipta mereka. Mereka yang menolak orang-orang yang diutus oleh raja berarti menolak raja itu sendiri. Sebab, aduh!, kata Musa, siapakah Harun, sehingga kamu bersungut-sungut kepadanya? Jika orang-orang yang bersungut-sungut dan mengeluh mau berpikir bahwa alat-alat yang dengannya mereka berselisih hanyalah alat-alat yang dipakai Allah, dan bahwa alat-alat itu menjadi sebagaimana Allah menjadikan mereka, tidak lebih dan tidak kurang, tidak lebih baik dan tidak lebih buruk, maka mereka tidak akan begitu lancang dan seenaknya dalam memberikan kecaman dan celaan seperti yang mereka lakukan. Orang-orang yang mendapati jabatan imam, sebagaimana yang sudah ditetapkan, sebagai berkat, harus memberikan segala pujian bagi Allah. Tetapi jika ada orang yang mendapatinya sebagai beban, janganlah karena itu mereka berselisih dengan Harun, yang menjadi sebagaimana ia dijadikan, dan hanya melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Demikianlah Musa membuat Allah berkepentingan dalam perkara ini, dan dengan begitu bisa yakin akan terkabul permohonannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar