Jumat, Februari 07, 2020

Kehidupan Kekal


Image result for akulah jalan dan kebenaran dan hidup
 “Eksistensi Kehidupan Kekal”

I.       Pendahuluan
Ada beragam pertanyaan tentang dimana dan bagaimanakah hidup manusia itu sesudah mati atau sesudah bumi ini berakhir? Apakah ada suatu tempat baru bagi manusia ketika dunia ini berakhir yang jauh lebih baik dari di dunia? Atau bagaimanakah kelanjutan hidup orang percaya yang sudah meninggal itu dan bagaimanakah nasib para leluhur yang sudah meninggal namun belum sempat mengenal dan percaya kepada Kristus semasa hidupnya? Adakah tempat dan kesempatan bagi mereka untuk memperoleh hidup yang kekal meskipun belum dan tidak mengenal Kristus? Atau apakah memang kehidupan kekal itu sungguh-sungguh ada dan segera akan dinyatakan?. 
Tulisan ini akan membongkar makna isi pengakuan Iman Kristen (Credo Apostolicum) terutama yang membahas tentang “Kehidupan yang kekal” (the eternal life). Tanggapan ini, bukanlah merupakan suatu spekulasi teologis, tetapi merupakan pengungkapan akan kebenaran iman Kristen, dengan memakai teologi dan dogma kristen yang benar.
Sedikitnya ada dua ajaran yang bermasalah (kontradiktif) dengan iman kristen yang harus dijawab dengan benar oleh iman kristen, yaitu pandangan Plato dan Socrates, Aristoteles tentang konsep “Perpindahan jiwa” atau “reinkarnasi” serta teori “rekoleksi”. Mereka mengatakan bahwa jiwa itu bersifat kekal sedangkan tubuh dapat mati. Bahkan mereka mengatakan bahwa tubuh itu penjara bagi jiwa, sehingga mereka tidak meyakini adanya kebangkitan tubuh dan kehidupan kekal, sebab bila tubuh bangkit maka jiwa akan kembali lagi ke tubuh dan masuk ke alam kubur. Atau setidaknya jiwa itu dapat hidup selama-lamanya karena akan berinkarnasi pada satu orang ke orang yang lain, tetapi tubuh yang sudah mati tidak akan pernah bangkit lagi. Pandangan ini masih dianut oleh teologi Katolik Roma hingga pada saat ini. Menurut mereka, dalam diri manusia terdapat percikan-percikan ilahi yang tak pernah padam dan yang olehnya kehidupan yang lebih tinggi dikembangkan. Melalui percikan jiwa yang kekal itu manusia menjadi “pembawa nilai-nilai yang paling tinggi”. Dengan memiliki percikan tersebut ketakutannya akan kematian dikatakan hilang.
Karl Rahner dengan Paul F Knitter yang menyatakan bahwa keselamatan (kehidupan kekal) tidak hanya dimiliki oleh agama kristen saja, tetapi meliputi agama lain melalui kasih anugerah Allah.
Oleh karena itu, Credo Apostolicum itu dibuat untuk menghempang pemahaman (ajaran-ajaran) seperti itu yang pernah masuk dan mempengaruhi ajaran gereja. Masih banyak lagi ajaran yang bertentangan dengan iman kristen seperti gnostisisme, arianisme, montanisme yang menjadi pemicu digelarnya konsili-konsili untuk merumuskan pengakuan iman yang lebih valid.  Bahwa tentunya juga rumusan pengakuan iman percaya itu dibuat oleh bapa-bapa gereja berdasarkan nas-nas Alkitab, misalnya Dan. 12:2; Mat.19:16,29; 25:46; Yoh.3:15,16,36; 4:14,36; 5: 24,29,39; 6: 47,54,68; 10:28; 12: 25,50; 17: 2,3; Kis. 13: 46,48; Rom. 2:7; 5: 21; 6: 22,23; Gal. 6:8; 1 Tim. 6:12; Tit. 1:2; 1 Yoh. 1:2; 2: 25; 3:15; 5:11,13,20;Yud. 21.

II.       Dasar Alkitabiah Kehidupan Kekal
 Gagasan dan pemahaman tentang hidup yang kekal dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru masih sangat sulit untuk dinilai. Tetapi sejarah keselamatan yang diperbuat Allah kepada Umat Israel mulai dari pemanggilan Abraham hingga pada karya penebusan dan penyelamatan umat tersebut dari pembuangan sudah cukup menjadi bukti bagi mereka bahwa Allah dalam Perjanjian Lama tidak menginginkan umatNya hidup di bawah penindasan dimana tidak ada kebahagiaan yang kekal. Sementara itu dalam konteks Perjanjian Baru, Allah juga mencoba dan menyatakan karya penyelamatanNya kepada umatNya dan seluruh orang percaya di dalam diri Yesus Kristus. Yesus sendiri sering membicarakan tentang suatu kerajaan kekal dimana hidup tidak lagi menderita tetapi bahagia bersama dengan sang Raja yang Mahakusa yaitu Allah.
  • Perjanjian Lama
Kitab Nabi-nabi besar, seperti Nabi Yesaya, Daniel dan Yehezkiel, dengan jelas mengajarkan adanya kebangkitan orang yang telah meninggal. Di dalam Perjanjian Lama, kita dapat menemukan ajaran tentang kebangkitan di dalam ayat-ayat berikut : Ayub 19:26, Maz.17:15; 49:16; 73:24, Dan.12:2, Yehez.37:1-14 dan Hos.6:2. Pengharapan kepada kebangkitan orang mati diajarkan oleh nabi Yesaya, dimana mereka yang percaya kepada Tuhan akan bersorak-sorai “
“Ya, Tuhan, orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula. Hai orang-orang yang sudah dikubur di dalam tanah bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun Tuhan ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali” (Yes26:19)
Demikian juga, nabi Daniel menulis adanya kebangkitan bagi mereka yang telah meninggal.
“Dan banyak dari antara orang-orang yeng telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mendapat kehinaan dan kengerian yang kekal” (Dan.12:2)
Sekalipun Daniel menggunakan kata “tidur”, namun pada umumnya para ahli berpendapat bahwa Daniel mengacu kepada kematian tubuh. Menurut N.T. Wright, pengertian tersebut telah dikenal secara luas dalam masa Daniel. Jadi, “tidur di dalam debu tanah” pada ayat tersebut merupakan “was a clear biblical way of referring to the dead”, demikian penegasan Wright. Karena itu, adalah wajar jika nabi Daniel melanjutkan dengan istilah “bangun”, yang mengacu kepada kebangkitan tubuh.
Selain pemberitaan tentang kehidupan kekal dari dua nabi di atas, salah satu kisah kebangkitan yang sangat jelas didemonstrasikan, dapat dilihat dalam kitab nabi Yehezkiel. Sebagian dari kisah nubuatan tersebut berbunyi sebagai berikut :
“Lalu aku bernubuat seperti diperintahkan kepadaku; dan segera sesudah aku bernubuat, kedengaranlah suara, sungguh, suatu suara berderak-derak, dan tulang-tulang itu bertemu satu sama lain. Sedang aku mengamat-amatinya, lihat, urat-urat ada dan daging tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum bernafas. Maka firman-Nya kepadaku: "Bernubuatlah kepada nafas hidup itu, bernubuatlah, hai anak manusia, dan katakanlah kepada nafas hidup itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berembuslah ke dalam orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali." Lalu aku bernubuat seperti diperintahkan-Nya kepadaku. Dan nafas hidup itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali. Mereka menjejakkan kakinya, suatu tentara yang sangat besar”. (Yehez.37:7-10).
Jika kita mengamati ayat-ayat tersebut dengan teliti, kita dapat menemukan satu gambaran yang demikian jelas dan hidup tentang kebangkitan. Dapat dimengerti jika N.T. Wright berpendapat bahwa pasal itu merupakan ayat yang paling terkenal di dalam Perjanjian Lama, yang berbicara tentang kebangkitan.[1][3]
  • Perjanjian Baru
Injil Sinoptik menegaskan kebangkitan orang mati sebagaimana diajarkan oleh Perjanjian Lama. Suatu kali, beberapa orang kelompok Saduki datang kepada Yesus untuk menanyakan status seorang istri yang telah ditinggalkan oleh suaminya karena meninggal, tanpa adanya keturunan. Mereka mengacu kepada hukum Musa yang mengajarkan bahwa saudara dari suami yang telah meninggal tersebut, harus menikah dengan istrinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya. Selanjutnya, mereka menunjuk adanya tujuh orang bersaudara yang menikah dengan seorang istri. Satu demi satu suami tersebut meninggal, dan akhirnya, sesudah mereka semua meninggal, perempuan itupun meninggal juga. “Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristrikan dia,” demikian tanya kelompok Saduki tersebut. Pertanyaan itu dijawab oleh Tuhan Yesus dengan jelas. Dia juga dengan tegas menyatakan kesesatan mereka. Yesus menjawab mereka :
“Kamu sesat, sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Tetapi tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan Allah, ketika Ia bersabda : Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub? Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.” Orang banyak yang mendengar itu takjub akan pengajaran-Nya” (Mat.22:29-33; Mark.12:24 dan Luk.20:34-38).
Dalam ayat tersebut, Tuhan Yesus menegaskan bahwa Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang Hidup. Di pihak lain, Tuhan Yesus mengutip Perjanjian Lama: “Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub”. Jika kedua bagian itu digabungkan, maka itu berarti bahwa sekalipun Abraham, Ishak dan Yakub sudah meninggal, namun mereka akan bangkit, karena Allah bukanlah Allah orang mati. Itulah pengajaran dari Injil Sinoptik.
Beralih kepada Injil Yohanes, di dalam Injil ini, setelah Tuhan Yesus mengenyangkan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (Yoh.6:1-15), orang banyak terus mengikuti Dia. Pada saat itu, Tuhan Yesus menyatakan identitas diriNya, siapa Dia sesungguhnya. Dia adalah roti hidup dan roti yang sejati yang turun dari sorga (6:25-37). Selanjutnya, Tuhan Yesus juga menyatakan kedekatanNya dengan Allah Bapa, dimana Dia ditugaskan untuk membangkitkan orang yang telah diberikan Bapa kepadaNya. Demikian penegasan Tuhan Yesus :
“Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh.6:39-40).
Ini adalah suatu janji agung dari kuasa pemeliharaan Allah, suatu sumber dari penjaminan Kristen (lih. Yoh.10:28-29; 17:2,24). Yesus tidak kehilangan apapun yang telah dianugerahkan Bapa kepadaNya (ay 37 & 39) dan Ia membangkitkan seluruh mereka yang telah diberikan kepadaNya pada hari terakhir (lih. ay 44). Inilah janji-janji Illahi akan pemilihan dan ketekunan! Kalimat “tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”  Ini menunjuk pada hari kebangkitan bagi orang-orang percaya namun hari penghakiman bagi orang-orang yang tidak percaya (lih. ay 40,44,54; 5:25,28; 11:24 dan I Kor 15).  Frank Stagg mempunyai suatu pernyataan yang sangat membantu untuk hal ini dalam bukunya Sebuah Teologia Perjanjian Baru:  “Injil Yohanes bersifat tegas tentang suatu kedatangan di masa depan dan injil ini berbicara dengan jelas mengenai kebangkitan dan penghakiman terakhir ‘di hari terakhir’, namun diseluruh Injil Keempat ini, hidup kekal, penghakiman, dan kebangkitan adalah realita-realita saat ini. Kata “inilah kehendak BapaKu” adalah jawaban Yesus atas pertanyaan dari ay 28, “Apakah yang harus  kami perbuat, supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?”
Kehidupan yang akan diterima itu akan lain dengan pengalaman kita sekarang. Kehidupan di surga dan dunia baru akan bebas dari keterbatasan yang diakibatkan oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita akan berubah; daging dan darah sebagaimana kita kenal “tidak dapat bagian dalam kerajaan Allah” (1 Kor 15:50). Dengan mengambil tubuh kebangkitan Yesus sebagai contoh, kita akan mendapat sifat-sifat baru yang ajaib (Luk.24:31,36, Yoh.20:19-29). Kehidupan baru itu akan berbeda dengan kehidupan di sini, sebagaimana batang subur dan bulir gandum berbeda dengan biji gandum kecil dan tidak berkulit yang merupakan asalnya (1 Kor 15:35-38). Banyak orang yang ragu tentang hal ini karena terpikit tentang “kemustahilan” atau besarnya kuasa yang dibutuhkan untuk membangkitkan tubuh-tubuh duniawi yang sudah mengalami pelarutan fisik dan pembusukan. Maka sebaiknya kita merenungkan kata-kata Yesus yang ditujukan kepada orang-orang yang kurang percaya pada zaman-Nya, “Kamu sesat sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah”. Bila kita ingat bahwa segala sesuatu di alam semesta diadakan dari yang tiada oleh kuasa Allah, maka kita akan terbebas dari kesulitan mengenai kebangkitan dan hidup yang kekal.
2.1.Keadaan Sementara Setelah Kematian
Keadaan orang yang sudah meninggal dan sebelum kedatangan Tuhan Yesus Kembali, dikenal dengan istilah keadaan sementara:
a.   Dunia orang mati menurut Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, kita menjumpai kata “She-ol”. Menurut pandangan PL, She-ol adalah tempat yang ada di bawah dunia ini (Ul. 32:22); Yes. 14:9). Kesanalah perginya orang mati (Mzm. 89:49), di sana tak ada lagi suatu perbuatan (Pkh. 9:10), disana Tuhan tidak dipermuliakan (Yes.38:18; Mzm.6:6). Jadi She-ol tidak hanya tempat bagi orang yang dijatuhi hukuman saja, semua orang yang sudah mati pergi ke She-ol. Oleh karena itu She-ol tidak tepat diartikan dengan neraka, akan tetapi terjemahan lebih tepat ialah dunia maut, alam maut, kekuasaan maut[2][6] .
She-ol secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat atau keberadaan orang-orang mati. Dalam terjemahan bahasa Inggris terkini, She-ol diartikan dengan beberapa pengertian seperti: dunia orang mati, kubur, dan lubang (the word of dead, graven, and the pit). Perjanjian lama memberi kesaksian bahwa setiap orang apakah miskin atau kaya, baik atau jahat, akan mati dan akan pergi ke She-ol yaitu  ke dalam dunia orang mati (Ayub. 3:13-19, Maz. 88: 1-5, Yes 38: 18, Yeh. 31:17). Seringkali penulis Perjanjian Lama menggunakan istilah She-ol sebagai kata lain dari kematian (Kej. 42:38, Maz. 18:5, 86:13, 116:3). Namun dalam hal ini mereka menjelaskan bahwa kematian tidaklah berarti berakhirnya keberadaan manusia. Mungkin mereka memiliki sedikit pengetahuan menyangkut keberadaan seseorang yang telah meninggal, tanpa tidak ragu bahwa orang yang sudah mati terus eksis.
b.   Dunia orang Mati menurut Perjanjian Baru
Perjanjian Baru dengan bahasa aslinya Yunani menggunakan kata hades (άδης) untuk menunjukkan kepada konsep orang mati. Hades ini diterjemahkan sebagai dunia yang tidak kelihatan, yang mana semua orang mati akan memasukinya pada saat kematian. Dalam Perjanjian Baru juga mengajarkan bahwa manusia tidaklah lenyap setelah kematian, melainkan akan terus ada, entah itu dalam hades atau di tempat yang penuh dengan berkat sorgawi yang disebut dengan firdaus atau pengakuan abraham. Hades adalah terjemahan untuk bahasa Yunani untuk Sheol. Namun demikian, pengertian hades dalam Perjanjian Baru tidak sepenuhnya identik dengan Sheol dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama lebih menggambarkan tentang dunia orang mati, ada kadang-kadang menyangkut tentang kubur. Akan tetapi, pada masa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, adapun konsep Sheol ini mengalami perubahan-perubahan. Dalam tulisan-tulisan rabinik pada masa tersebut, dan beberapa tulisan apokaliptik, muncul pengertian bahwa di dalam dunia orang mati ada pemisahan sementara, antara orang benar dan orang fasik, kata hades juga dipakai secara esklusif untuk menunjukkan kepada tempat penghukuman jiwa-jiwa orang fasik.
Pengertian yang paling umum dari kata hades dalam Perjanjian Baru adalah dunia orang mati. Pengertian ini dipakai dalam Kis. 2:27 dan 31, yakni dalam khotbah Petrus pada hari pentakosta: “sebab engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan melihat orang kudus kepada kebinasaan. Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, hades adalah kata Yunani untuk Sheol dalam Maz. 16:10, dan semata-mata berarti dunia orang mati. Hades juga dipakai beberapa kali dalam kitab wahyu dengan pengertian dunia orang mati. Dalam Wahyu 1:18, hades digambarkan seperti sebuah penjara dengan pintu yang kokoh, Aku memegang segala kunci segala kunci maut dan kerajaan maut. Dalam wahyu 6:8  hades juga dipahami sebagai sesuatu yang memiliki hubungan yang erat dengan kematian, sedangkan dalam wahyu 20:13 hades digambarkan sebagai dunia yang menyerahkan orang-orang mati yang ada didalamnya dan mereka dihakimi sesuai dengan perbuatannya.
Penekanan kalimat terakhir adalah pada kata kehidupan, bukan pada pemberi sifatnya. Kata sifat  “kekal” itu tidak menandakan bahwa tidak ada akhirnya, karena ini merupakan suatu kondisi atau saat ciptaan harus ditebus. Secara radikal dapat dikatakan bahwa perbedaan dan kualitas kesempurnaan atas diberikannya kehidupan baru yang akan diorientasikan sama sekali kepada Allah. Orang kristen selalu memiliki konfesi tentang kekekalan yang mengajak orang percaya untuk tidak hanya turut dalam peristiwa kematian yang dapat menghancurkannya. Pernyataaan ini adalah jawaban konkrit umat Kristen atas pertanyaan tentang kekekalan manusia. Kehidupan kekal itu bukanlah suatu hadiah yang terselubung bagi orang-orang percaya, namun sesuatu perihal yang tersembunyi untuk masuk ke dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
3.2.         Percaya akan Kehidupan Kekal
Orang percaya harus konsisten bahwa komunikasi Roh tidak dapat dipisahkan terkait dengan penciptaan Allah. Hidup kekal berarti bahwa “kita akan juga dalam kesamaan dari kebangkitanNya (Rom.6:5), ini menyatakan pembaruan bukan hanya manusia, tetapi melalui manusia, seluruh ciptaan menjadi utuh diselamatkan dimana Yesus sebagai Raja. Awal dari transformasi susunan tentang keterbatasan hidup melalui pembekalan suatu misi dan dari suatu tujuan dari suatu akhir dari kesaksian imannya sendiri bahwa disana tidak ada kesalamatan untuk kita terpisah dari restorasi dunia kita. Karena itu, pada bagian akhir credo ini, mengandung suatu unsur kosmologi, yang dengan tegas melibatkan manusia dalam proses penebusan tersebut. Allah tidak menyuruh orang percaya untuk merampas dunia, tetapi untuk membelanya sebagaimana objek dari kasih Allah untuk menyelamatkan seluruh ciptaan.
Kemudian menurut buku “Nicene and Post - Nicene Fathers of the Cristian Church”, menyatakan bahwa untuk dapat memahami konsep kehidupan kekal, maka tidak boleh lepas dari pemahaman tentang kebangkitan daging. Kebangkitan daging mendahului Kristus: bahwa tubuh juga memiliki harapan untuk dapat bersama-sama dengan kepala Gereja. Kristus adalah kepala gereja dan gereja adalah tubuh Kristus. Jika kepala Gereja telah bangkit, naik ke sorga, maka dari itu dimana kepala berada di situ jugalah anggota-anggota tubuhnya yang lain berada. Dengan cara apakah kebangkitan daging itu diperoleh? Sebaiknya marilah mengalihkan pemahaman kepada kebangkitan Lazarus, dialah yang menjadi jaminan, bahwa Allah memperbaharui hidupnya. Allah memelihara dan menjagaimu. Allah memberikanmu keselamatan sampai merelakan diriNya sendiri untuk mati, inilah kehidupan yang kekal itu.
3.3.         Hidup dalam Kehidupan Kekal
Ciri-ciri hidup yang kekal selain adanya persekutuan yang indah dengan Yesus, juga ada pengenalan yang dalam dengan Dia, mengasihi Dia, memuji Dia, dan memuliakan namaNya. Memang semuanya ini belum sempurna. Sepanjang hidup kita di dunia sebagian keindahan sudah dirasakan, tetapi masih kabur, namun justru waktu  meninggalkan tubuh fisik itulah semua  akan jadi sempurna, orang percaya akan “melihat muka dengan muka” (bnd. 1 Kor. 13:12), artinya melihat Allah dalam kemuliaan. Itulah kebahagiaan tertinggi yang diidamkan setiap manusia, hanya orang beriman yang dapat memperolehnya. Keselamatan kekal itu diperoleh bila turut dalam penderitaan Kristus dan diukur dengan perilaku seseorang. Iman tanpa perbuatan hakikatnya adalah mati. Tubuh yang penuh dosa harus dikosongkan (dibersihkan) melalui pengembangan kehidupan ke arah yang lebih baik. Karena upah dosa adalah kematian, tetapi Allah memberikan kehidupan kekal melalui Yesus Kristus. Oleh karena itu, memberi diri dibaptis dalam nama Yesus Kristus harus berarti memberi diri dibaptis kedalam kematianNya, sehingga ketika Yesus bangkit, maka kita turut juga dibangkitkan dan kita akan menjalani kehidupan yang baru yang abadi.
Tidak ada dasar untuk mengatakan bahwa kehidupan kekal itu diberikan hanya pada satu kelompok agama saja. Sebab Allah mengingini semua ciptaan diselamatkan. Tetapi berdasarkan iman Kristen yang telah diajarkan oleh bapa-bapa gereja dan berdasarkan isi Alkitab, bahwa setiap orang memperoleh keselamatan jikalau ia memiliki kepercayaan kepada Yesus Kristus. Seharusnya terhadap pengakuan iman itu, orang kristen tidak inklusif terhadap imannya. Seorang kristen dapat bersifat inklusif hanya dalam koridor kehidupan sosial, dialog antara umat beragama. Soal iman terhadap Tuhan, orang Kristen haruslah bersifat eksklusif, yakin sepenuhnya bahwa Kristuslah satu-satuNya jalan, hidup dan kebenaran, tidak ada yang akan sampai kepada Bapa, jika tidak melalui Dia. Dan kita tidak boleh memaksakan agama lain untuk mengakui credo itu, sebab Allah memiliki rahasia tersendiri di luar kemampuan akal manusia, untuk menyelamatkan dan memberikan hidup yang kekal kepada orang-orang yang bukan kristen.
Iman dan kepercayaan yang ia bina kepada Tuhan selama ini menjadi tidak sia-sia, sekalipun seorang percaya itu selalu menderita di dunia, tetapi oleh karena kematian, kebangkitan dan kenaikan Allah ke sorga telah memberi asa yang pasti bahwa orang-orang percaya juga akan mengalami hal seperti yang dialami oleh Yesus sebagai  kepala dari kumpulan umat percaya (gereja).
IV.              Pandangan Para Ahli
4.1.         Martin Luther
Martin Luther secara pribadi percaya dan mengajarkan kebangkitan orang mati dalam kombinasi dengan jiwa tidur. Ia percaya pada hari terakhir semua orang yang mati akan dibangkitkan dan jiwa mereka kemudian akan bersatu kembali dengan tubuh yang sama yang mereka miliki sebelum mati. Tubuh kemudian akan diubah, orang jahat akan menjadi malu dan mendapatkan siksaan abadi, dan orang benar memiliki negara yang kekal dan kemuliaan surgawi. Bagi Luther, manusia sekarang ini adalah setengah bersih dan kudus. Manusia akan benar-benar kudus dan sempurna ketika dia telah hidup baru yang akan berlangsung selama-lamannya, dalam arti ketika ia bangkit dari kematian. Ketika manusia itu mati tabiat manusiawi itu dimatikan dan dikuburkan bersama segala kotorannya. Dan Tuhan akan memunculkan kekudusannya dalam sekejap mata dan memeliharanya.
Karena iman, keselamatan adalah kenyataan saat ini. Luther sangat menekankan fakta ini. “Di mana ada pengampunan dosa ada juga kehidupan dan keselamatan," sekarang, dan sedang berlangsung saat ini. Keselamatan tidak lagi hanya peristiwa di masa depan. Dalam hidup ini, bagaimanapun, orang Kristen hanya memiliki iman dan belum dalam pengalaman, bukan iman dalam pengalaman lengkap, utuh, tanpa gangguan, konstan, dan tanpa kontradiksi. Terus diserang oleh godaan yang timbul dari kontradiksi melihat antara kenyataan itu dan keselamatan yang hadir tetapi tersembunyi dari pandangan. "Kami tidak menunggu pengampunan dan semua rahmat seolah-olah kita tidak akan menerimanya sampai kehidupan yang akan datang, melainkan, keselamat kini hadir bagi kita dalam iman, meskipun itu tersembunyi dan akan terungkap hanya dalam kehidupan yang akan datang. "Oleh karena itu orang Kristen menantikan penyataan di akhir.” Luther berpikir tentang masa depan orang Kristen yang berharap, terutama dalam hal apa yang terjadi pada setiap individu dalam kematian dan sesudah kematian. Luther memastikan bahwa akan ada kehidupan baru yang timbul dari kematian didasarkan pada totalitas Allah bekerja dalam penebusan Kristus. Luther selalu mendasarkan harapannya dari hidup setelah kematian pada kebangkitan Kristus, meskipun ia sering tidak secara eksplisit merujuk ke sana. Dalam kasus tersebut, ia mulai dengan perintah yang pertama atau dengan pengenalan untuk itu, "Akulah TUHAN, Allahmu". Dia menafsirkan ayat-ayat seperti jawaban Yesus kepada orang-orang Saduki dalam Matius 22 : "Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup." (ini tidak berarti bahwa Kristus tidak penting untuk Luther dalam pendekatan ini khusus untuk kebangkitan. Bagi Luther, pengenalan perintah yang pertama dan laporan lainnya dari Tuhan yang ia kutip merupakan tidak lain dari Injil Yesus Kristus. Apa yang intinya mengatakan, "Akulah TUHAN, Allahmu." "Ya Tuhan," Tuhan yang ingin menyelamatkan manusia, “Allah dalam Kristus". Luther membuat silogisme ini ketika ia mengatakan: “Jika Allah memperkenalkan dirinya kepada Anda sebagai Allahmu, maka Tuhan Anda masih hidup bahkan ketika Anda mati. "Jika Allah berbicara kepada Anda, maka Anda terlibat dalam hubungan abadi; Allah berbicara hanya kepada mereka yang masih hidup. Ini sama dengan bahwa Allah membangkitkan orang mati. Hal ini membuat mereka "abadi." Dengan siapapun Allah berbicara, apakah Ia berbicara dalam murka atau anugerah, demikian tentu abadi. Orang dari Allah yang berbicara dan firman-Nya menunjukkan bahwa kita adalah sejenis makhluk dengan siapa Tuhan ingin berbicara dalam kekekalan dan dengan cara yang abadi. "Jadi setiap pernyataan di mana Allah membuat diriNya dikenal sebagai Allah kita dan setiap kata yang Allah bicarakan kepada kita sudah menjadi saksi kebangkitan orang mati. Menurut Luther, ini berlaku untuk setiap orang-walaupun Allah tidak berbicara dengannya dalam rahmat tetapi "dalam murka." Orang Kristen memegang teguh ajaran yang berkata ketika dia meninggal, dan memberinya kepastian bahwa ia akan terbangun dari kematian.[3]
Kemudian Luther berpendapat sebagaimana Rasul Paulus katakan, yakni menekankan fakta bahwa Kristus dan kehidupan kekal menanti kita segera sesudah kematian. Berbicara tentang Urbanus Rhegius (reformator dari Lüneburg) Luther mengatakan, "Kami tahu bahwa ia diberkati dan bahwa ia memiliki hidup yang kekal dan sukacita abadi dan partisipasi dengan Kristus di gereja surgawi. Dengan Perjanjian Baru, Luther mengajarkan kebangkitan semua orang mati dan tidak hanya dari orang-orang percaya. Semua masuk ke dalam penghakiman. Orang-orang percaya masuk ke dalam hidup yang kekal dengan Kristus; orang jahat masuk ke dalam kematian kekal dengan iblis dan para malaikatnya. Luther tegas menolak gagasan bahwa setan akan akhirnya juga diselamatkan. Luther berpendapat, seperti halnya Perjanjian Baru, mengharapkan bahwa tidak hanya individu yang akan terus ada di masa depan setelah kematian dan sejarah yang akan berakhir dan akan selesai dalam akhir dari kerajaan Allah, tetapi ia juga mengharapkan pembaruan masa depan seluruh dunia dan kesempurnaan sebagai ciptaan Allah. Kebangkitan Kristus tidak hanya menjamin kebangkitan tubuh Kristen, tetapi juga penebusan dan kesempurnaan "dari semua ciptaan (Roma 8:21). Eskatologis Allah berurusan dengan manusia dan dengan semua ciptaan sesuai dengan satu sama lain dalam kenyataan bahwa manusia dan semua ciptaan adalah, melalui tindakan kreatif Allah, untuk diubah dari bentuk yang sekarang menjadi bentuk masa depan mereka dan bentuk akhir. Hanya sebagai manusia, ia hidup di bumi ini, adalah "bahan sederhana" yang Allah maksudkan untuk membentuk kembali ke bentuk yang Ia kehendaki untuk kehidupan manusia di masa depan, sehingga semua ciptaan telah mengalami kesiasiaan dan bahan yang akan Tuhan gunakan dalam menciptakan bentuk yang mulia di masa depan. Sehingga Tuhan tidak meninggalkan makhluk-Nya dan ciptaan-Nya, tetapi mengubah, memperbaharui, dan memuliakan mereka. Ini adalah ciptaan yang baik dan ia bersukacita di dalamnya. Dengan demikian Tuhan menciptakan manusia dan semua ciptaan untuk tujuan kekal. Eskatologi Luther bukanlah eskatologi tanpa kata-kata, sebagai eskatologi ortodoksi abad ketujuh belas, tapi mencakup semua ciptaan. Sebagai manusia, kita harus melewati penghakiman dari kematian dan melalui kematian tubuh dan kita hanya dapat masuk ke dalam kemuliaan hidup yang kekal dengan cara ini, sehingga bentuk dunia sekarang ini harus dihancurkan melalui sebuah tembakan sebelum dunia baru dan akhir dapat diciptakan. Semua basis Luther ini berdasarkan pada ayat-ayat Alkitab seperti Roma 8:20; 2 Petrus 3:10, 13; Yesaya 65:17, dan lain-lain. Namun jika kita hendak membayangkan kehidupan kekal dan ciptaan baru secara rinci, Luther berkata bahwa itu harus ditempatkan di bawah kondisi ini: "Kita tidak lebih tahu tentang hidup kekal dari anak-anak di dalam rahim ibu mereka yang tahu tentang dunia, yang akan mereka masuki”.
4.2.         Jurgen Moltmann
Jurgen Moltmann menjelaskan tentang Teologi Pengharapan dengan latar belakang adanya titik terang pertemuan antara ide tentang iman dan pengharapan dalam kekristenan, iman pengharapan tersebut didasarkan pada keimanan Kristen terhadap salib dan kebangkitan Kristus. Teologi pengharapan dalam kekristenan memikirkan bagaimana pemenuhan janji keselamatan atas iman kepada Allah. Dimensi perkembangan iman tersebut dapat dilihat dalam adanya suatu pengharapan, yang berorientasi pada kebangkitan Kristus. Kekristenan yang beriman dan percaya kepada Allah memiliki pengharapan untuk diselamatkan, dan memperoleh kehidupan kekal. Melalui iman, kita terikat kepada Kristus, dan dengan demikian kita memiliki harapan pada Kristus yang bangkit dan pengetahuan akan kedatangan-Nya kembali. Moltmann juga memahami iman Kristen sebagai harapan utama tentang masa depan manusia dan dunia yang dijanjikan oleh Allah dalam kebangkitan Yesus yang disalibkan. Akan tetapi, hal ini tidak berarti masa depan yang diharapkan saja, tetapi sebuah realitas dalam sejarah nyata dan yang berkuasa atas masa depan. Eskatologi Kristen adalah sebuah doktrin pengharapan yang aktif agar dapat memberi harapan untuk masa depan bagi yang tertindas dan menderita pada masa sekarang ini.
Dalam Teologi Pengharapan, Moltmann melihat bahwa keberadaan hakekat kekristenan itu telah diikat dengan suatu janji, janji akan sesuatu yang baru. Janji akan sesuatu yang baru inilah yang dinyatakan sebagai pengharapan. Pengharapan akan sesuatu masa depan yang diberikan Allah. Konsep pengharapan yang diberikan Allah bukanlah dalam ruang lingkup duniawi atau Allah yang duniawi tetapi Allah dalam keberadaanNya sebagai Allah dari pengharapan (bnd. Rom. 15:13). Allah sebagai pemberi masa depan dalam keberadaanNya yang maha Mulia.
Kebangkitan juga telah membuka kemungkinan pandangan teologis tentang kebangkitan tubuh. Ada banyak pertanyaan yang berkaitan dengan kemungkinan bangkitnya tubuh. Kepada orang-orang Saduki dalam Mrk. 12:18-27; Mat. 22:23-33; Luk. 20:27-40, Yesus memperlihatkan dan menegaskan adanya kebangkitan tubuh. Orang-orang mati pasti akan dibangkitkan (Luk. 20:35). Karena tubuh dan jiwa yang terpisahkan, maka kebinasaan atau kematian adalah menyangkut kedua-duanya. Demikian juga halnya dengan kebangkitan, pada saat kebangkitan tubuh dan jiwa sekaligus dibangkitkan dari kematian (bnd. Mat. 10:28). Peristiwa salib dan kebangkitan Kristus merupakan landasan pengharapan bagi pengikut Kristus. Maksudnya adalah dengan merenungkan, memahami dan mengimani misteri Kristus ini, orang-orang Kristen menaruh seluruh perjuangan hidupnya dengan aneka persoalannya ke dalam penyelenggaraan Kristus. Mereka yakin bahwa Kristus akan menjadi jaminan hidup. Penderitaan hidup di dunia akan berakhir dan yang nanti dialami adalah sukacita bersama Kristus yang bangkit. Kebangkitan Yesus juga meyakinkan mereka bahwa peristiwa itu (kebangkitan Kristus) adalah antisipasi kebangkitan umat beriman. Dengan kata lain, peristiwa kebangkitan Kristus menjadi sumber kebangkitan hidup semua orang percaya dan sebagai sebuah konfirmasi janji yang akan dipenuhi dalam semuanya, sehingga masalah kematian pun tidak lagi menakutkan. Untuk mengenali peristiwa kebangkitan Kristus, orang Kristen harus memiliki pengetahuan yang penuh harapan dan penantian. Itu berarti mengakui dalam acara ini latensi kehidupan yang kekal yang memuji Allah muncul dari penyangkalan negatif, dari pembangkitan orang yang disalibkan dan pemuliaan yang telah ditinggalkan. Itu berarti mengikuti tujuan Allah dengan memasuki dialektika menderita dan mati dalam harapan kehidupan kekal dan kebangkitan. Ini digambarkan sebagai pekerjaan Roh Kudus. 'Roh' menurut Paulus sebagai 'Roh yang memberi hidup', Roh yang 'Membangkitkan Kristus dari antara orang mati' dan 'diam di' orang-orang yang mengenali Kristus dan masa depan, dan 'akan menghidupkan tubuh mereka yang fana' (8.11 Roma). Jadi Roh adalah kekuatan untuk menderita dalam partisipasi pada misi dan kasih Yesus Kristus, dan dalam hal ini semangat menderita untuk apa yang mungkin, untuk apa yang akan datang dan menjanjikan kehidupan di masa depan, kebebasan dan kebangkitan. Kebangkitan dan hidup kekal adalah masa depan yang dijanjikan, dan dengan demikian membuat ketaatan mungkin dalam tubuh. Sama seperti dorongan janji adalah menuju pemenuhan, sebagai dorongan iman terhadap ketaatan dan penglihatan, dan sebagai dorongan dari harapan terhadap kehidupan yang dijanjikan dan akhirnya tercapai, sehingga dorongan dari kenaikan Kristus adalah menuju kehidupan dalam Roh dan menuju hidup yang kekal itu yang merupakan penggenapan semua hal. Hidup yang kekal di sini terletak tersembunyi di bawah kebalikannya, dibawah pencobaan, penderitaan, kematian dan kesedihan.

V.                Kesimpulan
Kehidupan kekal adalah karunia terbesar Allah yang diberikan kepada manusia. Kehidupan kekal berarti hidup selamanya sebagai keluarga di hadirat Allah. Hidup yang kekal merupakan suatu kualitas hidup yang kita terima selaku orang yang percaya apabila kita mengambil bagian dalam hakikat hidup Allah melalui Kristus. Konsep kehidupan kekal dalam Pengakuan Iman Rasuli adalah suatu pernyataan yang lahir berdasarkan iman orang Kristen. Pengakuan itu merupakan respon/jawaban orang percaya terhadap penyataan dan tindakan Allah kepada umatNya yang dipertegas di dalam diri anakNya Yesus Kristus yang adalah sumber hidup satu-satunya. Credo itu sendiri muncul karena pengajaran Roh Kudus yang memberi penerangan kepada setiap orang percaya akan diri Allah dan anakNya Yesus Kristus. Credo kehidupan kekal adalah satu konsep untuk mengubah pemahaman orang percaya akan eksistensi manusia yang hanya berakhir pada kebangkitan daging saja. Sebab kontinuitas hidup manusia tidak berakhir dengan kebangkitan saja, tetapi setiap orang yang percaya yang telah dibangkitkan seterusnya akan memperoleh hidup kekal bersama Kristus di dalam langit dan bumi yang baru. Dengan demikian secara eksplisit orang percaya  harus menyatakan bahwa Kristuslah satu-satunya jalan hidup, penyataan ini harus diimani oleh setiap orang Kristen, sebab ini mempersoalkan tentang iman. Bukan memepersoalkan tentang kehidupan sosial, keterbukaan agama-agama dan soal dialog antar umat beragama. Dengan demikian kini kehidupan kekal itu tidak lagi hanya ilusi, melainkan kehidupan kekal adalah realitas hidup orang percaya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Prayer In The Morning

  Prayer To God in the Morning Psalm 143:8 New International Version (NIV) 8  Let the morning bring me word of your unfailin...