“Eksistensi Kehidupan Kekal”
I.
Pendahuluan
Ada beragam pertanyaan tentang
dimana dan bagaimanakah hidup manusia itu sesudah mati atau sesudah bumi ini
berakhir? Apakah ada suatu tempat baru bagi manusia ketika dunia ini berakhir
yang jauh lebih baik dari di dunia? Atau bagaimanakah kelanjutan hidup orang
percaya yang sudah meninggal itu dan bagaimanakah nasib para leluhur yang sudah meninggal namun belum
sempat mengenal dan percaya kepada Kristus semasa hidupnya? Adakah tempat dan
kesempatan bagi mereka untuk memperoleh hidup yang kekal meskipun belum dan
tidak mengenal Kristus? Atau apakah memang kehidupan kekal itu sungguh-sungguh
ada dan segera akan dinyatakan?.
Tulisan ini akan membongkar makna
isi pengakuan Iman Kristen (Credo Apostolicum) terutama yang membahas tentang
“Kehidupan yang kekal” (the eternal life). Tanggapan ini, bukanlah merupakan
suatu spekulasi teologis, tetapi merupakan pengungkapan akan kebenaran iman
Kristen, dengan memakai teologi dan dogma kristen yang benar.
Sedikitnya ada dua ajaran yang
bermasalah (kontradiktif) dengan iman kristen yang harus dijawab dengan benar
oleh iman kristen, yaitu pandangan Plato dan Socrates, Aristoteles tentang
konsep “Perpindahan jiwa” atau “reinkarnasi” serta teori “rekoleksi”. Mereka
mengatakan bahwa jiwa itu bersifat kekal sedangkan tubuh dapat mati. Bahkan
mereka mengatakan bahwa tubuh itu penjara bagi jiwa, sehingga mereka tidak
meyakini adanya kebangkitan tubuh dan kehidupan kekal, sebab bila tubuh bangkit
maka jiwa akan kembali lagi ke tubuh dan masuk ke alam kubur. Atau setidaknya
jiwa itu dapat hidup selama-lamanya karena akan berinkarnasi pada satu orang ke
orang yang lain, tetapi tubuh yang sudah mati tidak akan pernah bangkit lagi.
Pandangan ini masih dianut oleh teologi Katolik Roma hingga pada saat ini.
Menurut mereka, dalam diri manusia terdapat percikan-percikan ilahi yang tak
pernah padam dan yang olehnya kehidupan yang lebih tinggi dikembangkan. Melalui
percikan jiwa yang kekal itu manusia menjadi “pembawa nilai-nilai yang paling tinggi”.
Dengan memiliki percikan tersebut ketakutannya akan kematian dikatakan hilang.
Karl Rahner dengan Paul F Knitter
yang menyatakan bahwa keselamatan (kehidupan kekal) tidak hanya dimiliki oleh
agama kristen saja, tetapi meliputi agama lain melalui kasih anugerah Allah.
Oleh karena itu, Credo Apostolicum
itu dibuat untuk menghempang pemahaman (ajaran-ajaran) seperti itu yang pernah
masuk dan mempengaruhi ajaran gereja. Masih banyak lagi ajaran yang
bertentangan dengan iman kristen seperti gnostisisme, arianisme, montanisme
yang menjadi pemicu digelarnya konsili-konsili untuk merumuskan pengakuan iman
yang lebih valid. Bahwa tentunya juga
rumusan pengakuan iman percaya itu dibuat oleh bapa-bapa gereja berdasarkan
nas-nas Alkitab, misalnya Dan. 12:2; Mat.19:16,29; 25:46;
Yoh.3:15,16,36; 4:14,36; 5: 24,29,39; 6: 47,54,68; 10:28; 12: 25,50; 17: 2,3;
Kis. 13: 46,48; Rom. 2:7; 5: 21; 6: 22,23; Gal. 6:8; 1 Tim. 6:12; Tit. 1:2; 1
Yoh. 1:2; 2: 25; 3:15; 5:11,13,20;Yud. 21.
II. Dasar
Alkitabiah Kehidupan Kekal
Gagasan dan pemahaman tentang hidup yang kekal
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru masih sangat sulit untuk dinilai.
Tetapi sejarah keselamatan yang diperbuat Allah kepada Umat Israel mulai dari
pemanggilan Abraham hingga pada karya penebusan dan penyelamatan umat tersebut
dari pembuangan sudah cukup menjadi bukti bagi mereka bahwa Allah dalam
Perjanjian Lama tidak menginginkan umatNya hidup di bawah penindasan dimana
tidak ada kebahagiaan yang kekal. Sementara itu dalam konteks Perjanjian Baru,
Allah juga mencoba dan menyatakan karya penyelamatanNya kepada umatNya dan
seluruh orang percaya di dalam diri Yesus Kristus. Yesus sendiri sering
membicarakan tentang suatu kerajaan kekal dimana hidup tidak lagi menderita
tetapi bahagia bersama dengan sang Raja yang Mahakusa yaitu Allah.
- Perjanjian Lama
Kitab Nabi-nabi besar, seperti Nabi
Yesaya, Daniel dan Yehezkiel, dengan jelas mengajarkan adanya kebangkitan orang
yang telah meninggal. Di dalam Perjanjian Lama, kita dapat menemukan ajaran
tentang kebangkitan di dalam ayat-ayat berikut : Ayub 19:26, Maz.17:15; 49:16;
73:24, Dan.12:2, Yehez.37:1-14 dan Hos.6:2. Pengharapan kepada
kebangkitan orang mati diajarkan oleh nabi Yesaya, dimana mereka yang percaya
kepada Tuhan akan bersorak-sorai “
“Ya, Tuhan, orang-orang-Mu yang mati
akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula. Hai orang-orang yang
sudah dikubur di dalam tanah bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun Tuhan
ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali” (Yes26:19)
Demikian juga, nabi Daniel menulis
adanya kebangkitan bagi mereka yang telah meninggal.
“Dan banyak dari antara orang-orang
yeng telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang
kekal, sebagian untuk mendapat kehinaan dan kengerian yang kekal” (Dan.12:2)
Sekalipun Daniel menggunakan kata
“tidur”, namun pada umumnya para ahli berpendapat bahwa Daniel mengacu kepada
kematian tubuh. Menurut N.T. Wright, pengertian tersebut telah dikenal secara
luas dalam masa Daniel. Jadi, “tidur di dalam debu tanah” pada ayat tersebut
merupakan “was a clear biblical way of
referring to the dead”, demikian penegasan Wright. Karena itu, adalah wajar jika nabi
Daniel melanjutkan dengan istilah “bangun”, yang mengacu kepada kebangkitan
tubuh.
Selain pemberitaan tentang kehidupan
kekal dari dua nabi di atas, salah satu kisah kebangkitan yang sangat jelas
didemonstrasikan, dapat dilihat dalam kitab nabi Yehezkiel. Sebagian dari kisah
nubuatan tersebut berbunyi sebagai berikut :
“Lalu aku bernubuat seperti
diperintahkan kepadaku; dan segera sesudah aku bernubuat, kedengaranlah suara,
sungguh, suatu suara berderak-derak, dan tulang-tulang itu bertemu satu sama lain.
Sedang aku mengamat-amatinya, lihat, urat-urat ada dan daging tumbuh padanya,
kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum bernafas. Maka firman-Nya
kepadaku: "Bernubuatlah kepada nafas hidup itu, bernubuatlah, hai anak
manusia, dan katakanlah kepada nafas hidup itu: Beginilah firman Tuhan ALLAH:
Hai nafas hidup, datanglah dari keempat penjuru angin, dan berembuslah ke dalam
orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka hidup kembali." Lalu aku
bernubuat seperti diperintahkan-Nya kepadaku. Dan nafas hidup itu masuk di
dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali. Mereka menjejakkan kakinya, suatu
tentara yang sangat besar”. (Yehez.37:7-10).
Jika kita mengamati ayat-ayat
tersebut dengan teliti, kita dapat menemukan satu gambaran yang demikian jelas
dan hidup tentang kebangkitan. Dapat dimengerti jika N.T. Wright berpendapat
bahwa pasal itu merupakan ayat yang paling terkenal di dalam Perjanjian Lama,
yang berbicara tentang kebangkitan.[1][3]
- Perjanjian Baru
Injil Sinoptik menegaskan
kebangkitan orang mati sebagaimana diajarkan oleh Perjanjian Lama. Suatu kali,
beberapa orang kelompok Saduki datang kepada Yesus untuk menanyakan status
seorang istri yang telah ditinggalkan oleh suaminya karena meninggal, tanpa
adanya keturunan. Mereka mengacu kepada hukum Musa yang mengajarkan bahwa
saudara dari suami yang telah meninggal tersebut, harus menikah dengan istrinya
itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya. Selanjutnya, mereka menunjuk
adanya tujuh orang bersaudara yang menikah dengan seorang istri. Satu demi satu
suami tersebut meninggal, dan akhirnya, sesudah mereka semua meninggal,
perempuan itupun meninggal juga. “Siapakah di antara ketujuh orang itu yang
menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah
beristrikan dia,” demikian tanya kelompok Saduki tersebut. Pertanyaan itu
dijawab oleh Tuhan Yesus dengan jelas. Dia juga dengan tegas menyatakan
kesesatan mereka. Yesus menjawab mereka :
“Kamu sesat, sebab kamu tidak
mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! Karena pada waktu kebangkitan orang
tidak kawin dan dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga. Tetapi
tentang kebangkitan orang-orang mati tidakkah kamu baca apa yang difirmankan
Allah, ketika Ia bersabda : Akulah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub?
Ia bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.” Orang banyak yang
mendengar itu takjub akan pengajaran-Nya” (Mat.22:29-33; Mark.12:24 dan
Luk.20:34-38).
Dalam ayat tersebut, Tuhan Yesus
menegaskan bahwa Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang Hidup.
Di pihak lain, Tuhan Yesus mengutip Perjanjian Lama: “Akulah Allah Abraham,
Allah Ishak dan Allah Yakub”. Jika kedua bagian itu digabungkan, maka itu
berarti bahwa sekalipun Abraham, Ishak dan Yakub sudah meninggal, namun mereka
akan bangkit, karena Allah bukanlah Allah orang mati. Itulah pengajaran dari
Injil Sinoptik.
Beralih kepada Injil Yohanes, di
dalam Injil ini, setelah Tuhan Yesus mengenyangkan lima ribu orang dengan lima
roti dan dua ikan (Yoh.6:1-15), orang banyak terus mengikuti Dia. Pada saat
itu, Tuhan Yesus menyatakan identitas diriNya, siapa Dia sesungguhnya. Dia
adalah roti hidup dan roti yang sejati yang turun dari sorga (6:25-37).
Selanjutnya, Tuhan Yesus juga menyatakan kedekatanNya dengan Allah Bapa, dimana
Dia ditugaskan untuk membangkitkan orang yang telah diberikan Bapa kepadaNya.
Demikian penegasan Tuhan Yesus :
“Dan Inilah kehendak Dia yang telah
mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan
ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah
kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir
zaman.” (Yoh.6:39-40).
Ini adalah suatu janji agung dari kuasa
pemeliharaan Allah, suatu sumber dari penjaminan Kristen (lih. Yoh.10:28-29;
17:2,24). Yesus tidak kehilangan apapun yang telah dianugerahkan Bapa kepadaNya
(ay 37 & 39) dan Ia membangkitkan seluruh mereka yang telah diberikan
kepadaNya pada hari terakhir (lih. ay 44). Inilah janji-janji Illahi akan
pemilihan dan ketekunan! Kalimat “tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir
zaman” Ini menunjuk pada hari
kebangkitan bagi orang-orang percaya namun hari penghakiman bagi orang-orang
yang tidak percaya (lih. ay 40,44,54; 5:25,28; 11:24 dan I Kor 15). Frank Stagg mempunyai suatu pernyataan yang
sangat membantu untuk hal ini dalam bukunya Sebuah Teologia
Perjanjian Baru: “Injil Yohanes
bersifat tegas tentang suatu kedatangan di masa depan dan injil ini berbicara
dengan jelas mengenai kebangkitan dan penghakiman terakhir ‘di hari terakhir’,
namun diseluruh Injil Keempat ini, hidup kekal, penghakiman, dan kebangkitan
adalah realita-realita saat ini. Kata “inilah kehendak BapaKu” adalah
jawaban Yesus atas pertanyaan dari ay 28, “Apakah yang harus kami perbuat, supaya kami mengerjakan
pekerjaan yang dikehendaki Allah?”
Kehidupan yang akan diterima itu akan lain
dengan pengalaman kita sekarang. Kehidupan di surga dan dunia baru akan bebas
dari keterbatasan yang diakibatkan oleh kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita
akan berubah; daging dan darah sebagaimana kita kenal “tidak dapat bagian dalam
kerajaan Allah” (1 Kor 15:50). Dengan mengambil tubuh kebangkitan Yesus sebagai
contoh, kita akan mendapat sifat-sifat baru yang ajaib (Luk.24:31,36,
Yoh.20:19-29). Kehidupan baru itu akan berbeda dengan kehidupan di sini,
sebagaimana batang subur dan bulir gandum berbeda dengan biji gandum kecil dan
tidak berkulit yang merupakan asalnya (1 Kor 15:35-38). Banyak orang yang ragu
tentang hal ini karena terpikit tentang “kemustahilan” atau besarnya kuasa yang
dibutuhkan untuk membangkitkan tubuh-tubuh duniawi yang sudah mengalami
pelarutan fisik dan pembusukan. Maka sebaiknya kita merenungkan kata-kata Yesus
yang ditujukan kepada orang-orang yang kurang percaya pada zaman-Nya, “Kamu
sesat sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah”. Bila kita ingat
bahwa segala sesuatu di alam semesta diadakan dari yang tiada oleh kuasa Allah,
maka kita akan terbebas dari kesulitan mengenai kebangkitan dan hidup yang
kekal.
2.1.Keadaan Sementara
Setelah Kematian
Keadaan orang yang sudah meninggal
dan sebelum kedatangan Tuhan Yesus Kembali, dikenal dengan istilah keadaan
sementara:
a. Dunia orang mati
menurut Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, kita
menjumpai kata “She-ol”. Menurut
pandangan PL, She-ol adalah tempat yang ada di bawah dunia ini (Ul. 32:22);
Yes. 14:9). Kesanalah perginya orang mati (Mzm. 89:49), di sana tak ada lagi
suatu perbuatan (Pkh. 9:10), disana Tuhan tidak dipermuliakan (Yes.38:18;
Mzm.6:6). Jadi She-ol tidak hanya tempat bagi orang yang dijatuhi hukuman saja,
semua orang yang sudah mati pergi ke She-ol. Oleh karena itu She-ol tidak tepat
diartikan dengan neraka, akan tetapi terjemahan lebih tepat ialah dunia maut,
alam maut, kekuasaan maut[2][6] .
She-ol secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat atau
keberadaan orang-orang mati. Dalam terjemahan bahasa Inggris terkini, She-ol diartikan dengan beberapa pengertian
seperti: dunia orang mati, kubur, dan lubang (the word of dead, graven, and the
pit). Perjanjian lama memberi kesaksian bahwa setiap orang apakah miskin atau
kaya, baik atau jahat, akan mati dan akan pergi ke She-ol yaitu ke dalam dunia
orang mati (Ayub. 3:13-19, Maz. 88: 1-5, Yes 38: 18, Yeh. 31:17). Seringkali
penulis Perjanjian Lama menggunakan istilah She-ol
sebagai kata lain dari kematian (Kej. 42:38, Maz. 18:5, 86:13, 116:3). Namun
dalam hal ini mereka menjelaskan bahwa kematian tidaklah berarti berakhirnya
keberadaan manusia. Mungkin mereka memiliki sedikit pengetahuan menyangkut
keberadaan seseorang yang telah meninggal, tanpa tidak ragu bahwa orang yang
sudah mati terus eksis.
b. Dunia orang Mati
menurut Perjanjian Baru
Perjanjian Baru dengan bahasa
aslinya Yunani menggunakan kata hades (άδης) untuk menunjukkan kepada konsep
orang mati. Hades ini diterjemahkan sebagai dunia yang tidak kelihatan, yang
mana semua orang mati akan memasukinya pada saat kematian. Dalam Perjanjian Baru juga
mengajarkan bahwa manusia tidaklah lenyap setelah kematian, melainkan akan
terus ada, entah itu dalam hades atau di tempat yang penuh dengan berkat
sorgawi yang disebut dengan firdaus atau pengakuan abraham. Hades adalah
terjemahan untuk bahasa Yunani untuk Sheol.
Namun demikian, pengertian hades dalam Perjanjian Baru tidak sepenuhnya identik
dengan Sheol dalam Perjanjian Lama.
Dalam Perjanjian Lama lebih menggambarkan tentang dunia orang mati, ada
kadang-kadang menyangkut tentang kubur. Akan tetapi, pada masa Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru, adapun konsep Sheol ini
mengalami perubahan-perubahan. Dalam tulisan-tulisan rabinik pada masa
tersebut, dan beberapa tulisan apokaliptik, muncul pengertian bahwa di dalam
dunia orang mati ada pemisahan sementara, antara orang benar dan orang fasik,
kata hades juga dipakai secara esklusif untuk menunjukkan kepada tempat
penghukuman jiwa-jiwa orang fasik.
Pengertian yang paling umum dari
kata hades dalam Perjanjian Baru adalah dunia orang mati. Pengertian ini
dipakai dalam Kis. 2:27 dan 31, yakni dalam khotbah Petrus pada hari
pentakosta: “sebab engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan
melihat orang kudus kepada kebinasaan. Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia
orang mati, hades adalah kata Yunani untuk Sheol
dalam Maz. 16:10, dan semata-mata berarti dunia orang mati. Hades juga dipakai
beberapa kali dalam kitab wahyu dengan pengertian dunia orang mati. Dalam Wahyu
1:18, hades digambarkan seperti sebuah penjara dengan pintu yang kokoh, Aku
memegang segala kunci segala kunci maut dan kerajaan maut. Dalam wahyu 6:8 hades juga dipahami sebagai sesuatu yang
memiliki hubungan yang erat dengan kematian, sedangkan dalam wahyu 20:13 hades
digambarkan sebagai dunia yang menyerahkan orang-orang mati yang ada didalamnya
dan mereka dihakimi sesuai dengan perbuatannya.
Penekanan kalimat terakhir adalah
pada kata kehidupan, bukan pada
pemberi sifatnya. Kata sifat “kekal” itu
tidak menandakan bahwa tidak ada akhirnya, karena
ini merupakan suatu kondisi atau saat ciptaan harus ditebus. Secara radikal
dapat dikatakan bahwa perbedaan dan kualitas kesempurnaan atas diberikannya
kehidupan baru yang akan diorientasikan sama sekali kepada Allah. Orang kristen
selalu memiliki konfesi tentang kekekalan yang mengajak orang percaya untuk
tidak hanya turut dalam peristiwa kematian yang dapat menghancurkannya.
Pernyataaan ini adalah jawaban konkrit umat Kristen atas pertanyaan tentang kekekalan
manusia. Kehidupan kekal itu bukanlah
suatu hadiah yang terselubung bagi orang-orang percaya, namun sesuatu perihal
yang tersembunyi untuk masuk ke dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
3.2. Percaya akan Kehidupan
Kekal
Orang percaya harus konsisten bahwa
komunikasi Roh tidak dapat dipisahkan terkait dengan penciptaan Allah. Hidup
kekal berarti bahwa “kita akan juga dalam kesamaan dari kebangkitanNya
(Rom.6:5), ini menyatakan pembaruan bukan hanya manusia, tetapi melalui
manusia, seluruh ciptaan menjadi utuh diselamatkan dimana Yesus sebagai Raja. Awal
dari transformasi susunan tentang keterbatasan hidup melalui pembekalan suatu
misi dan dari suatu tujuan dari suatu akhir dari kesaksian imannya
sendiri bahwa disana tidak ada kesalamatan untuk kita terpisah dari restorasi
dunia kita. Karena itu, pada bagian akhir credo ini, mengandung suatu unsur
kosmologi, yang dengan tegas melibatkan manusia dalam proses penebusan
tersebut. Allah tidak menyuruh orang percaya untuk merampas dunia, tetapi untuk
membelanya sebagaimana objek dari kasih Allah untuk menyelamatkan seluruh
ciptaan.
Kemudian menurut buku “Nicene and Post
- Nicene Fathers of the Cristian Church”, menyatakan bahwa untuk dapat memahami konsep
kehidupan kekal, maka tidak boleh lepas dari pemahaman tentang kebangkitan
daging. Kebangkitan daging mendahului Kristus: bahwa tubuh juga memiliki
harapan untuk dapat bersama-sama dengan kepala Gereja. Kristus adalah kepala
gereja dan gereja adalah tubuh Kristus. Jika kepala Gereja telah bangkit, naik
ke sorga, maka dari itu dimana kepala berada di situ jugalah anggota-anggota
tubuhnya yang lain berada. Dengan cara apakah kebangkitan daging itu diperoleh?
Sebaiknya marilah mengalihkan pemahaman kepada kebangkitan Lazarus, dialah yang
menjadi jaminan, bahwa Allah memperbaharui hidupnya. Allah memelihara dan
menjagaimu. Allah memberikanmu keselamatan sampai merelakan diriNya sendiri
untuk mati, inilah kehidupan yang kekal itu.
3.3.
Hidup dalam Kehidupan Kekal
Ciri-ciri hidup yang kekal selain
adanya persekutuan yang indah dengan Yesus, juga ada pengenalan yang dalam
dengan Dia, mengasihi Dia, memuji Dia, dan memuliakan namaNya. Memang semuanya
ini belum sempurna. Sepanjang hidup kita di dunia sebagian keindahan sudah
dirasakan, tetapi masih kabur, namun justru waktu meninggalkan tubuh fisik itulah semua akan jadi sempurna, orang percaya akan
“melihat muka dengan muka” (bnd. 1 Kor. 13:12), artinya melihat Allah dalam
kemuliaan. Itulah kebahagiaan tertinggi yang diidamkan setiap manusia, hanya
orang beriman yang dapat memperolehnya. Keselamatan kekal itu diperoleh bila
turut dalam penderitaan Kristus dan diukur dengan perilaku seseorang. Iman tanpa
perbuatan hakikatnya adalah mati. Tubuh yang penuh dosa harus dikosongkan
(dibersihkan) melalui pengembangan kehidupan ke arah yang lebih baik. Karena
upah dosa adalah kematian, tetapi Allah memberikan kehidupan kekal melalui
Yesus Kristus. Oleh karena itu, memberi diri dibaptis dalam nama Yesus Kristus
harus berarti memberi diri dibaptis kedalam kematianNya, sehingga ketika Yesus
bangkit, maka kita turut juga dibangkitkan dan kita akan menjalani kehidupan
yang baru yang abadi.
Tidak ada dasar untuk mengatakan
bahwa kehidupan kekal itu diberikan hanya pada satu kelompok agama saja. Sebab Allah mengingini semua ciptaan diselamatkan.
Tetapi berdasarkan iman Kristen yang telah diajarkan oleh bapa-bapa gereja dan
berdasarkan isi Alkitab, bahwa setiap orang memperoleh keselamatan jikalau ia
memiliki kepercayaan kepada Yesus Kristus. Seharusnya terhadap pengakuan iman
itu, orang kristen tidak inklusif terhadap imannya. Seorang kristen dapat
bersifat inklusif hanya dalam koridor kehidupan sosial, dialog antara umat
beragama. Soal iman terhadap Tuhan, orang Kristen haruslah bersifat eksklusif,
yakin sepenuhnya bahwa Kristuslah satu-satuNya jalan, hidup dan kebenaran,
tidak ada yang akan sampai kepada Bapa, jika tidak melalui Dia. Dan kita tidak
boleh memaksakan agama lain untuk mengakui credo itu, sebab Allah memiliki
rahasia tersendiri di luar kemampuan akal manusia, untuk menyelamatkan dan
memberikan hidup yang kekal kepada orang-orang yang bukan kristen.
Iman dan kepercayaan yang ia bina
kepada Tuhan selama ini menjadi tidak sia-sia, sekalipun seorang percaya itu
selalu menderita di dunia, tetapi oleh karena kematian, kebangkitan dan
kenaikan Allah ke sorga telah memberi asa yang pasti bahwa orang-orang percaya
juga akan mengalami hal seperti yang dialami oleh Yesus sebagai kepala dari kumpulan umat percaya (gereja).
IV.
Pandangan Para Ahli
4.1. Martin Luther
Martin
Luther secara pribadi percaya dan mengajarkan kebangkitan orang mati dalam
kombinasi dengan jiwa tidur. Ia percaya pada hari terakhir semua orang yang
mati akan dibangkitkan dan jiwa mereka kemudian akan bersatu kembali dengan
tubuh yang sama yang mereka miliki sebelum mati. Tubuh kemudian akan diubah,
orang jahat akan menjadi malu dan mendapatkan siksaan abadi, dan orang benar
memiliki negara yang kekal dan kemuliaan surgawi. Bagi Luther, manusia sekarang
ini adalah setengah bersih dan kudus. Manusia akan benar-benar kudus dan
sempurna ketika dia telah hidup baru yang akan berlangsung selama-lamannya,
dalam arti ketika ia bangkit dari kematian. Ketika manusia itu mati tabiat
manusiawi itu dimatikan dan dikuburkan bersama segala kotorannya. Dan Tuhan
akan memunculkan kekudusannya dalam sekejap mata dan memeliharanya.
Karena iman, keselamatan adalah
kenyataan saat ini. Luther sangat menekankan fakta ini. “Di mana ada
pengampunan dosa ada juga kehidupan dan keselamatan," sekarang, dan sedang
berlangsung saat ini. Keselamatan tidak lagi hanya peristiwa di masa depan.
Dalam hidup ini, bagaimanapun, orang Kristen hanya memiliki iman dan belum
dalam pengalaman, bukan iman dalam pengalaman lengkap, utuh, tanpa gangguan,
konstan, dan tanpa kontradiksi. Terus diserang oleh godaan yang timbul dari
kontradiksi melihat antara kenyataan itu dan keselamatan yang hadir tetapi
tersembunyi dari pandangan. "Kami tidak menunggu pengampunan dan semua
rahmat seolah-olah kita tidak akan menerimanya sampai kehidupan yang akan
datang, melainkan, keselamat kini hadir bagi kita dalam iman, meskipun itu
tersembunyi dan akan terungkap hanya dalam kehidupan yang akan datang.
"Oleh karena itu orang Kristen menantikan penyataan di akhir.” Luther
berpikir tentang masa depan orang Kristen yang berharap, terutama dalam hal apa
yang terjadi pada setiap individu dalam kematian dan sesudah kematian. Luther
memastikan bahwa akan ada kehidupan baru yang timbul dari kematian didasarkan
pada totalitas Allah bekerja dalam penebusan Kristus. Luther selalu mendasarkan
harapannya dari hidup setelah kematian pada kebangkitan Kristus, meskipun ia
sering tidak secara eksplisit merujuk ke sana. Dalam kasus tersebut, ia mulai
dengan perintah yang pertama atau dengan pengenalan untuk itu, "Akulah
TUHAN, Allahmu". Dia menafsirkan ayat-ayat seperti jawaban Yesus kepada
orang-orang Saduki dalam Matius 22 : "Allah bukanlah Allah orang mati,
melainkan Allah orang hidup." (ini tidak berarti bahwa Kristus tidak
penting untuk Luther dalam pendekatan ini khusus untuk kebangkitan. Bagi
Luther, pengenalan perintah yang pertama dan laporan lainnya dari Tuhan yang ia
kutip merupakan tidak lain dari Injil Yesus Kristus. Apa yang intinya
mengatakan, "Akulah TUHAN, Allahmu." "Ya Tuhan," Tuhan yang
ingin menyelamatkan manusia, “Allah dalam Kristus". Luther membuat
silogisme ini ketika ia mengatakan: “Jika Allah memperkenalkan dirinya kepada
Anda sebagai Allahmu, maka Tuhan Anda masih hidup bahkan ketika Anda mati.
"Jika Allah berbicara kepada Anda, maka Anda terlibat dalam hubungan
abadi; Allah berbicara hanya kepada mereka yang masih hidup. Ini sama dengan
bahwa Allah membangkitkan orang mati. Hal ini membuat mereka "abadi."
Dengan siapapun Allah berbicara, apakah Ia berbicara dalam murka atau anugerah,
demikian tentu abadi. Orang dari Allah yang berbicara dan firman-Nya
menunjukkan bahwa kita adalah sejenis makhluk dengan siapa Tuhan ingin
berbicara dalam kekekalan dan dengan cara yang abadi. "Jadi setiap
pernyataan di mana Allah membuat diriNya dikenal sebagai Allah kita dan setiap
kata yang Allah bicarakan kepada kita sudah menjadi saksi kebangkitan orang
mati. Menurut Luther, ini berlaku untuk setiap orang-walaupun Allah tidak
berbicara dengannya dalam rahmat tetapi "dalam murka." Orang Kristen
memegang teguh ajaran yang berkata ketika dia meninggal, dan memberinya
kepastian bahwa ia akan terbangun dari kematian.[3]
Kemudian Luther berpendapat sebagaimana Rasul Paulus
katakan, yakni menekankan fakta bahwa Kristus dan kehidupan kekal menanti kita
segera sesudah kematian. Berbicara tentang Urbanus Rhegius (reformator dari
Lüneburg) Luther mengatakan, "Kami tahu bahwa ia diberkati dan bahwa ia
memiliki hidup yang kekal dan sukacita abadi dan partisipasi dengan Kristus di
gereja surgawi. Dengan Perjanjian Baru, Luther mengajarkan kebangkitan semua
orang mati dan tidak hanya dari orang-orang percaya. Semua masuk ke dalam
penghakiman. Orang-orang percaya masuk ke dalam hidup yang kekal dengan
Kristus; orang jahat masuk ke dalam kematian kekal dengan iblis dan para malaikatnya.
Luther tegas menolak gagasan bahwa setan akan akhirnya juga diselamatkan. Luther berpendapat, seperti halnya Perjanjian Baru, mengharapkan bahwa
tidak hanya individu yang akan terus ada di masa depan setelah kematian dan
sejarah yang akan berakhir dan akan selesai dalam akhir dari kerajaan Allah,
tetapi ia juga mengharapkan pembaruan masa depan seluruh dunia dan kesempurnaan
sebagai ciptaan Allah. Kebangkitan Kristus tidak hanya menjamin kebangkitan
tubuh Kristen, tetapi juga penebusan dan kesempurnaan "dari semua ciptaan
(Roma 8:21). Eskatologis Allah berurusan dengan manusia dan dengan semua
ciptaan sesuai dengan satu sama lain dalam kenyataan bahwa manusia dan semua
ciptaan adalah, melalui tindakan kreatif Allah, untuk diubah dari bentuk yang
sekarang menjadi bentuk masa depan mereka dan bentuk akhir. Hanya sebagai
manusia, ia hidup di bumi ini, adalah "bahan sederhana" yang Allah
maksudkan untuk membentuk kembali ke bentuk yang Ia kehendaki untuk kehidupan
manusia di masa depan, sehingga semua ciptaan telah mengalami kesiasiaan dan
bahan yang akan Tuhan gunakan dalam menciptakan bentuk yang mulia di masa
depan. Sehingga Tuhan tidak meninggalkan makhluk-Nya dan ciptaan-Nya, tetapi
mengubah, memperbaharui, dan memuliakan mereka. Ini adalah ciptaan yang baik
dan ia bersukacita di dalamnya. Dengan demikian Tuhan menciptakan manusia dan
semua ciptaan untuk tujuan kekal. Eskatologi Luther bukanlah eskatologi tanpa
kata-kata, sebagai eskatologi ortodoksi abad ketujuh belas, tapi mencakup semua
ciptaan. Sebagai manusia, kita harus melewati penghakiman dari kematian dan
melalui kematian tubuh dan kita hanya dapat masuk ke dalam kemuliaan hidup yang
kekal dengan cara ini, sehingga bentuk dunia sekarang ini harus dihancurkan
melalui sebuah tembakan sebelum dunia baru dan akhir dapat diciptakan. Semua
basis Luther ini berdasarkan pada ayat-ayat Alkitab seperti Roma 8:20; 2 Petrus
3:10, 13; Yesaya 65:17, dan lain-lain. Namun jika kita hendak membayangkan
kehidupan kekal dan ciptaan baru secara rinci, Luther berkata bahwa itu harus
ditempatkan di bawah kondisi ini: "Kita tidak lebih tahu tentang hidup
kekal dari anak-anak di dalam rahim ibu mereka yang tahu tentang dunia, yang
akan mereka masuki”.
4.2. Jurgen Moltmann
Jurgen Moltmann menjelaskan tentang
Teologi Pengharapan dengan latar belakang adanya titik terang pertemuan antara
ide tentang iman dan pengharapan dalam kekristenan, iman pengharapan tersebut
didasarkan pada keimanan Kristen terhadap salib dan kebangkitan Kristus. Teologi
pengharapan dalam kekristenan memikirkan bagaimana pemenuhan janji keselamatan
atas iman kepada Allah. Dimensi perkembangan iman tersebut dapat dilihat dalam
adanya suatu pengharapan, yang berorientasi pada kebangkitan Kristus.
Kekristenan yang beriman dan percaya kepada Allah memiliki pengharapan untuk
diselamatkan, dan memperoleh kehidupan kekal. Melalui iman,
kita terikat kepada Kristus, dan dengan demikian kita memiliki harapan pada
Kristus yang bangkit dan pengetahuan akan kedatangan-Nya kembali. Moltmann juga
memahami iman Kristen sebagai harapan utama tentang masa depan manusia dan
dunia yang dijanjikan oleh Allah dalam kebangkitan Yesus yang disalibkan. Akan
tetapi, hal ini tidak berarti masa depan yang diharapkan saja, tetapi sebuah
realitas dalam sejarah nyata dan yang berkuasa atas masa depan. Eskatologi
Kristen adalah sebuah doktrin pengharapan yang aktif agar dapat memberi harapan
untuk masa depan bagi yang tertindas dan menderita pada masa sekarang ini.
Dalam Teologi Pengharapan, Moltmann
melihat bahwa keberadaan hakekat kekristenan itu telah diikat dengan suatu
janji, janji akan sesuatu yang baru. Janji akan sesuatu yang baru inilah yang
dinyatakan sebagai pengharapan. Pengharapan akan sesuatu masa depan yang
diberikan Allah. Konsep pengharapan yang diberikan Allah bukanlah dalam ruang
lingkup duniawi atau Allah yang duniawi tetapi Allah dalam keberadaanNya
sebagai Allah dari pengharapan (bnd. Rom. 15:13). Allah sebagai pemberi masa
depan dalam keberadaanNya yang maha Mulia.
Kebangkitan juga telah membuka
kemungkinan pandangan teologis tentang kebangkitan tubuh. Ada banyak pertanyaan
yang berkaitan dengan kemungkinan bangkitnya tubuh. Kepada orang-orang Saduki
dalam Mrk. 12:18-27; Mat. 22:23-33; Luk. 20:27-40, Yesus memperlihatkan dan
menegaskan adanya kebangkitan tubuh. Orang-orang mati pasti akan dibangkitkan
(Luk. 20:35). Karena tubuh dan jiwa yang terpisahkan, maka kebinasaan atau
kematian adalah menyangkut kedua-duanya. Demikian juga halnya dengan
kebangkitan, pada saat kebangkitan tubuh dan jiwa sekaligus dibangkitkan dari
kematian (bnd. Mat. 10:28). Peristiwa salib dan kebangkitan Kristus
merupakan landasan pengharapan bagi pengikut Kristus. Maksudnya adalah dengan
merenungkan, memahami dan mengimani misteri Kristus ini, orang-orang Kristen
menaruh seluruh perjuangan hidupnya dengan aneka persoalannya ke dalam
penyelenggaraan Kristus. Mereka yakin bahwa Kristus akan menjadi jaminan hidup.
Penderitaan hidup di dunia akan berakhir dan yang nanti dialami adalah sukacita
bersama Kristus yang bangkit. Kebangkitan Yesus juga meyakinkan mereka bahwa
peristiwa itu (kebangkitan Kristus) adalah antisipasi kebangkitan umat beriman.
Dengan kata lain, peristiwa
kebangkitan Kristus menjadi sumber kebangkitan hidup semua orang percaya dan
sebagai sebuah konfirmasi janji yang akan dipenuhi dalam semuanya, sehingga
masalah kematian pun tidak lagi menakutkan. Untuk
mengenali peristiwa kebangkitan Kristus, orang Kristen harus memiliki
pengetahuan yang penuh harapan dan penantian. Itu berarti mengakui dalam acara
ini latensi kehidupan yang kekal yang memuji Allah muncul dari penyangkalan
negatif, dari pembangkitan orang yang disalibkan dan pemuliaan yang telah
ditinggalkan. Itu berarti mengikuti tujuan Allah dengan memasuki dialektika
menderita dan mati dalam harapan kehidupan kekal dan kebangkitan. Ini
digambarkan sebagai pekerjaan Roh Kudus. 'Roh' menurut Paulus sebagai 'Roh yang
memberi hidup', Roh yang 'Membangkitkan Kristus dari antara orang mati' dan
'diam di' orang-orang yang mengenali Kristus dan masa depan, dan 'akan
menghidupkan tubuh mereka yang fana' (8.11 Roma). Jadi Roh adalah kekuatan untuk
menderita dalam partisipasi pada misi dan kasih Yesus Kristus, dan dalam hal
ini semangat menderita untuk apa yang mungkin, untuk apa yang akan datang dan
menjanjikan kehidupan di masa depan, kebebasan dan kebangkitan. Kebangkitan dan
hidup kekal adalah masa depan yang dijanjikan, dan dengan demikian membuat
ketaatan mungkin dalam tubuh. Sama seperti dorongan janji adalah menuju
pemenuhan, sebagai dorongan iman terhadap ketaatan dan penglihatan, dan sebagai
dorongan dari harapan terhadap kehidupan yang dijanjikan dan akhirnya tercapai,
sehingga dorongan dari kenaikan Kristus adalah menuju kehidupan dalam Roh dan
menuju hidup yang kekal itu yang merupakan penggenapan semua hal. Hidup yang
kekal di sini terletak tersembunyi di bawah kebalikannya, dibawah pencobaan,
penderitaan, kematian dan kesedihan.
V.
Kesimpulan
Kehidupan kekal adalah karunia terbesar Allah yang
diberikan kepada manusia. Kehidupan kekal berarti hidup selamanya sebagai
keluarga di hadirat Allah. Hidup yang kekal merupakan suatu kualitas hidup yang
kita terima selaku orang yang percaya apabila kita mengambil bagian dalam
hakikat hidup Allah melalui Kristus. Konsep kehidupan kekal dalam Pengakuan
Iman Rasuli adalah suatu pernyataan yang lahir berdasarkan iman orang Kristen.
Pengakuan itu merupakan respon/jawaban orang percaya terhadap penyataan dan
tindakan Allah kepada umatNya yang dipertegas di dalam diri anakNya Yesus
Kristus yang adalah sumber hidup satu-satunya. Credo itu sendiri muncul karena
pengajaran Roh Kudus yang memberi penerangan kepada setiap orang percaya akan
diri Allah dan anakNya Yesus Kristus. Credo kehidupan kekal adalah satu konsep
untuk mengubah pemahaman orang percaya akan eksistensi manusia yang hanya
berakhir pada kebangkitan daging saja. Sebab kontinuitas hidup manusia tidak
berakhir dengan kebangkitan saja, tetapi setiap orang yang percaya yang telah
dibangkitkan seterusnya akan memperoleh hidup kekal bersama Kristus di dalam
langit dan bumi yang baru. Dengan demikian secara eksplisit orang percaya harus menyatakan bahwa Kristuslah
satu-satunya jalan hidup, penyataan ini harus diimani oleh setiap orang
Kristen, sebab ini mempersoalkan tentang iman. Bukan memepersoalkan tentang
kehidupan sosial, keterbukaan agama-agama dan soal dialog antar umat beragama.
Dengan demikian kini kehidupan kekal itu tidak lagi hanya ilusi, melainkan
kehidupan kekal adalah realitas hidup orang percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar