TEOLOGI PERJANJIAN BARU
Pendahuluan
Teologi Biblika
A.
Definisi
Teologi
Biblika merupakan cabang ilmu Teologia yang secara sistematis mempelajari
perkembangan pernyataan Allah dalam sejarah sebagaimana yang dinyatakan
Alkitab. Teologi PB difokuskan kepada tulisan-tulisan PB. Namun sekalipun
demikian tulisan PB tidak terlepas dari kaitan dengan tulisan-tulisan lainnya
di dalam PL. Sebab secara sepintas tulisan PB memperlihatkan adanya kaitan yang
erat antara PL dan PB. PB tidak mungkin dimengerti dengan benar apabila
mengabaikan PL. Banyaknya kutipan PL dalam PB menunjukkan betapa besarnya arti
dari kesinambungan yang menghubungkan zaman kekristenan dengan zaman PL. tema
janji dan penggenapannya menjalin hubungan diantara keduanya, bahkan Kitab Suci
yang dipakai oleh jemaat mula-mula adalah PL. ini meunjukkan bahwa pengkotbah
mula-mula menyampaikan penguraian mereka berdasarkan PL. dan sekalipun
kutipan-kutipan PL itu penting namun ianya bukan merupakan kontribusi utama
dari dari penelitian PL untuk teologi PB, yang lebih penting ialah pengaruh PL
yang mewarnai gagasan-gagasan, yang diambil alih serta diberi makna yang baru
olah penulis-penulis PB, dengan memahami Pl maka kita akan semakin memahami
makna yang ada dalam teologi PB.
1.
Sistematisasi; teologi biblika meskipun direpresentasikan secara
sistematis, namun berbeda dengan teologi sistematik. Teologi sistematik
mengasimilasikan kebenaran dari seluruh Alkitab dan dari luar kitab suci, dalam
proses mensistemasikan doktrin2 Alkitab. Teologi biblika lebih sempit. Lebih
terfokus pada pada periode sejarah yang dinyatakan atau pengajaran eksplisit
tertentu dari penulis Alkitab.
2.
Sejarah; Teologi Biblika menaruh perhatian pada peristiwa penting yang
dinyatakan dalam sejarah doktrin2 Alkitab. Wahyu, situasi dan kondisi penulis
serta pembaca? Hal-hal itu akan pertanyaan-pertanyaan yang penting yang akan
menolong untuk menemukan penekanan doktrinal tertentu dari periode tertentu dan
penulis tertentu. Dan dalam teologi PB, tidak mungkin untuk menelaah secara
mendalam, tanpa memperhatikan hal-hal yang diatas yang memiliki pengaruh yang
besar.
3.
Progres dari wahyu; Teologi Biblika menelusuri wahyu yang
progresif itu dan melihta bagaimana Allah menyatakan diriNya dalam era tertentu
itu atau penulis tertentu.
4.
Natur yang Alkitabiah; Teologi Biblika hanya mengambil
nature dari Alkitab, jadi nature teologi biblika adalah eksegetikal yaitu
mempelajari doktin-doktrin dari berbagai periode sejarah atau mempelajari
kata-kata dan pernyataan-pernyataan dari penulis-penulis tertentu.
1.
Studi eksegetikal; Teologi biblika memiliki hubungan langsung dengan
eksegesis (menjelaskan/menafsirkan). Dapat dikatakan bahwa teologi merupakan
hasil dari eksegesis. Eksegesis berdasar pada teologi biblika. Eksegesis
bertugas untuk menganalisa teks alkitab menurut metode Literal
gramatikal.historical.
2.
Studi latar belakang penulisan; latar belakang penulisan menentukan isu-isu
seprti penulis, tanggal penulisan, tujuan penulisan dan situasi kondisi.
3.
Studi teologi sistematik; ada persamaan dan perbedaan antara teologi
biblika dan sistematik. Keduanya berakar dari analisa kitab suci, namun
demikian teologi sistematik juga berusaha mendapatkan kebenaran dari sumber2
diluar Alkitab..perbedaan yang dapat dilihat dari kedua teologi ini adalah: (1)
TB merupakan awal dari TS; eksegesis memimpin kepada teologi biblika yang
kemudian memimpin kepada teologi sistematik (2) TB berusaha untuk menentukan
apa yg dimaksudkan oleh penulis Alkitab berkaitan dengan isu2 teologi,
sedangkan teologi sistematik menjelaskan mengapa sesuatu itu benar dengan
menambahkan pandangan secara filosofi (3) Teologi Biblika memberikan pandangan
penulis Alkitab, sedangkan teologi sistematik memberikan diskusi doktrinal dari
sudut pandang masa kini. (4) TB menganalisa materi dari penulis tertentu atau
dari periode sejarah tertentu, sedangkan teologi sistematik meneliti semua
materi baik dari Alkitab maupun dari luar Alkitab yang berkaitan dengan doktrin
tertentu.
3 KONTRAS ANTARA TEOLOGI BIBLIKA DAN TEOLOGI
SISTEMATIKA
|
|
Teologi
Biblika
|
Teologi
Sistematika
|
·
Membatasi studinya hanya pada
kitab suci
|
·
Mencari kebenaran dari Kitab Suci
dan sumber lain di luar Alkitab
|
·
Mempelajari bagian-bagian dari
Kitab suci
|
·
Mempelajari keseluruhan Kitab
Suci
|
·
Menyusun suatu informasi tentang
suatu doktrin dari satu penulis tertentu atau era tertentu
|
·
Menyusun suatu informasi tentang
suatu doktrin dengan mengkorelasikan semua Kitab Suci
|
·
Berusaha untuk mengerti mengapa
atau bagaimana suatu doktrin berkembang
|
·
Berusaha untuk mengerti apa yang
tertulis pada akhirnya
|
·
Berusaha untuk mengerti proses
dan hasil dari produk itu
|
·
Berusaha untuk mengerti hasil
produk itu
|
·
Melihat progress dari wahyu dalam
era yang berbeda
|
·
Melihat kulminasi dari wahyu
Allah
|
A. Ilmu Pengetahuan dan
Pembimbing Perjanjian Baru
Ilmu
Pengetahuan dan Pembimbing PB, yang kadang disebut juga Ilmu Pengantar PB,
adalah bagian dalam Ilmu Teologia Biblika yang baru dikenal secara umum pada
abad ke 19. Sumbangsih ilmu ini sangat besar khususnya dalam penyediaan bahan-bahan
penting yang dapat menolong kita menyelidiki dan menafsirkan Alkitab secara
bertanggung jawab.
1.
Latar Belakang
Mengapa
diperlukan pengetahuan khusus untuk dapat menginterpretasikan Alkitab dengan
tepat? Orang Kristen sering mendapati bahwa mengerti isi Alkitab tidaklah
mudah, karena ada jurpemisah yang cukup besar baik dalam hal waktu penulisan
maupun dalam latar belakang dan budaya antara jaman PB dan pembaca sekarang.
Oleh karena itu dengan mengetahui informasi yang cukup tentang segala sesuatu
sekitar latar belakang penulis dan penulisannya, maka hal ini akan dapat
membantu kita menjembatani jurang pemisah itu.
2.
Definisi
Secara
umum dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pembimbing dan Pengetahuan PB adalah ilmu
yang menyelidiki dan mempelajari latar belakang sejarah dan budaya sekitar
jaman Perjanjian Baru, yaitu jaman ketika Tuhan Yesus dan rasul-rasul masih
hidup. Secara khusus akan dipelajari pula latar belakang penulisan kitab-kitab
Perjanjian Baru, yaitu tentang penulis, penerima, tahun dan tempat penulisan,
dan hal-hal yang penting sehubungan dengan tema dan tujuan penulis menuliskan
kitab-kitab PB.
3.
Tujuan
Tujuan
mempelajari Ilmu Pengetahuan dan Pembimbing PB adalah untuk mendapatkan
informasi tentang latar belakang dunia PB dan penulisan kitab-kitab PB sehingga
dapat memperkaya wawasan kita dalam memberikan interpretasi (penafsiran) yang
tepat terhadap isi dan pengertian Firman Tuhan yang diinspirasikan dalam
kitab-kitab PB.
b.
Pembagian Ilmu Pengetahuan dan Pembimbing PB
Drs.
M.E. Duyverman, dalam bukunya Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, membagi ilmu
ini menjadi 2 bagian, yaitu:
1.
Ilmu Pembimbing Khusus
Ilmu
yang memeriksa seluk beluk kitab-kitab PB satu persatu, dengan mengajukan
serentetan pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini:
-
Siapakah penulis kitab tsb.?
-
Kapankah dan di manakah kitab tsb. ditulis?
-
Kepada siapakah dan dengan maksud apakah kitab tsb. ditulis?
2.
Ilmu Pembimbing Umum
Ilmu
yang memeriksa kitab-kitab Perjanjian Baru secara keseluruhan, termasuk
didalamnya adalah Ilmu Salinan (textual criticism) dan Kanonisasi.
c.
Pembagian Kitab-kitab dalam Perjanjian Baru
Seluruh
jumlah kitab kanon Perjanjian Baru adalah 27 kitab dan biasanya digolongkan
menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Kitab-kitab Sejarah: 4 Kitab-kitab Injil dan 1 Kisah Para Rasul
2.
Kitab Surat-surat:
a.
13 Surat-surat Paulus dan 1 Surat Ibrani
b.
7 Surat-surat Am (Umum)
3.
Kitab Eskatologi: Kitab Wahyu
B. LATAR BELAKANG
POLITIK, SOSIAL DAN EKONOMI DUNIA PB
a.
LATAR BELAKANG POLITIK
1.
Masa Peralihan: Masa Sesudah PL dan Sebelum PB
Masa-masa
sesudah PL dan sebelum PB sering dikatakan sebagai masa-masa gelap karena Allah
tidak mengirim nabi-nabi-Nya untuk berbicara kepada umat Israel. Namun demikian
masa ini justru menjadi masa yang sangat penting karena sekalipun kelihatan-nya
diam Allah bekerja dibalik sejarah umat manusia untuk mempersiapkan mereka
menerima pelaksanaan rencana Agung-Nya. Masa "sesudah PL dan sebelum
PB" ini disebut sebagai Masa Peralihan atau Jaman Intertestamental yang
berlangsung kurang lebih 400 tahun. Dalam masa ini Allah memakai 3 bangsa yang
mengambil peranan utama dalam mempersiapkan masa Perjanjian Baru. Dari catatan
kitab-kitab Makabe dan tulisan-tulisan Yosefus, kita mengetahui fakta-fakta
berikut ini:
Bangsa Yahudi/Ibrani :
Bangsa
pilihan Allah ini tidak selalu berhasil dalam mentaati dan mengemban tugasnya
sebagai umat pilihan Allah, sehingga Allah sering harus menghukum mereka dengan
membuang mereka menjadi tawanan bangsa-bangsa lain. Namun justru dengan cara
itu Allah menggunakannya untuk maksud baik-Nya. Pada waktu bangsa Israel
dibuang ke tanah Babilonia, mereka tercerai berai ke seluruh dunia. Ketika
bangsa ini hidup di tengah-tengah bangsa kafir yang tidak mengenal Tuhan,
bangsa Israel disadarkan akan pentingnya mempertahankan iman, menyembah Allah
yang monotheisme dan mentaati Hukum Taurat. Melalui bangsa inilah Allah
menyediakan jalan yang sangat baik untuk melihara kelangsungan sejarah
keselamatan yang dijanjikan-Nya bagi umat manusia.
Bangsa Yunani :
Bangsa
Yunani melalui Aleksander memberikan sumbangan yang besar dalam mempersatukan
seluruh dunia dalam satu bahasa, yaitu bahasa Yunani. Hal ini memberikan
pengaruh yang besar, karena bahasa Yunani akhirnya dipakai menjadi bahasa
internasional pada masa itu. Ini memberikan keuntungan yang sangat besar karena
bahasa Yunani adalah bahasa berpikir, bahasa yang sangat dibutuhkan oleh
penulis-penulis kitab-kitab PB dalam mengungkapkan istilah-istilah teologia
dengan benar dan akurat.
Bangsa Romawi :
Penguasa
Romawi yang menduduki tanah Israel (Palestina) menciptakan suasana yang relatif
damai sehingga pembangunan jalan-jalan dan keamanan menjadi prioritas negara.
Keadaan ini sangat diperlukan dalam mempersiapkan kedatangan Kristus dan juga
ketika Injil disebarkan. Selain itu ada banyak kontribusi yang diberikan oleh
orang-orang Romawi, baik dalam bidang hukum maupun filsafat yang sangat berguna
bagi persiapan penulisan kitab-kitab PB.
b. Masa Pemerintahan
Romawi
Latar
belakang politik dalam dunia Perjanjian Baru adalah kekaisaran Romawi. Merrill
C. Tenney dalam bukunya Survei Perjanjian Baru telah memberikan uraian
terperinci tentang hal ini. Negara Romawi berdiri tahun 753 SM, yang sebelumnya
hanya terdiri dari beberapa kelompok masyarakat di beberapa desa yang akhirnya
merebut banyak kota dan menjadi kerajaan yang besar tahun 265 SM.
Berikut
ini adalah kaisar-kaisar Romawi yang memerintah pada masa Perjanjian Baru:
1.
Agustus (27 sM - 14 M). Ketika Tuhan Yesus lahir, pemerintahan sedang dipegang
oleh Kaisar Agustus. Dialah yang memerintahkan sensus penduduk di Palestina.
2.
Tiberius (14-37 M). Ia memerintah semasa Tuhan Yesus dewasa - mati.
3.
Caligula (37-41 M). Kaisar yang menganggap dirinya dewa untuk disembah. Banyak
orang Kristen mula-mula yang mati karena melawan perintah untuk menyembah
kepada kaisar.
4.
Nero (54-68 M). Kaisar yang kejam dan semena-mena menganiaya orang Kristen.
Paulus dan Petrus mati syahid pada masa pemerintahannya.
5.
Vespasian (69-79 M). Pada masa pemerintahannya kota Yerusalem dihancurkan,
termasuk bangunan Bait Allah.
6.
Domitianus (81-96 M). Melakukan penindasan yang sangat kejam terhadap
orang-orang Kristen. Memerintah pada masa tua Rasul Yohanes.
Palestina
menjadi salah satu negara jajahan Kerajaan Romawi diperkirakan sejak tahun 63
sM. Kisah dalam PB diawali dari masa pemerintahan Herodes (37sM - 4M) yang
ditunjuk oleh pemerintah Romawi sebagai raja Yahudi. Sebutan provinsi diberikan
kepada daerah-daerah baru yang ditaklukkan Romawi. Untuk provinsi yang relatif
damai dan setia pada Roma, pemerintahan dipimpin oleh seorang gubernur.
Sedangkan wilayah yang rawan dipimpin oleh seorang wali negeri. [Lihat: Kis.
13:7; 18:12; Mat. 27:11]
Daerah-daerah
jajahan (provinsi) ini biasanya mendapat kebebasan (otonomi) untuk berdiri
sendiri. Kebebasan agama pun juga diberikan kepada mereka (religio licita).
Penarikan pajak juga diserahkan kepada pemerintahan setempat, tetapi di bawah
pengawasan Roma.
C. LATAR BELAKANG
SOSIAL
Di
kalangan masyarakat Yahudi, para alim ulama adalah kelompok ningrat yang kaya
karena merekalah yang menguasai perdagangan dan pajak di bait suci. Sedangkan
kelompok mayoritas penduduk biasanya miskin. Mata pencaharian mereka antara
lain, petani, peternak, nelayan dan wiraswastawan kecil lainnya. Dalam masyarakat non-Yahudi, ada pembagian
kelas masyarakat sbb.: kaum ningrat, kelas menengah, rakyat jelata, kaum budak
dan penjahat.
D. LATAR BELAKANG
EKONOMI
Keadaan
tanah daerah sekitar Laut Tengah masa itu cukup subur sehingga hasil pertanian
menjadi sumber hasil utama. Industri belum berkembang, hanya untuk menghasilkan
kebutuhan sehari-hari, misalnya bejana, kain linen, hasil keramik barang rumah
tangga. Baragng-barang mahal adalah hasil import negara lain.
1. Mata uang
Mata
uang logam yang berlaku saat itu adalah denarius (dinar), dan uang emas aureus
(pound). Satu dinar adalah upah pekerja untuk satu hari kerja (Mat. 20:2).
Tetapi karena pemerintahan provinsi diijinkan mencetak uang sendiri, maka tidak
heran kalau banyak beredar mata-mata uang yang berbeda (Mat. 21:12). Usaha
pinjam meminjam uang juga sangat populer saat itu.
2.
Arus perjalanan
Arus
perjalanan sangat lancar jaman itu, karena adanya sistem jalan raya yang sangat
baik. Sistem jalan raya ini menghubungkan kota Roma dengan daerah-daerah
jajahan yang terbentang luas.
3.
Arus perdagangan
Arus
perdagangan dari dan ke luar negeri dilakukan lewat laut. Pelabuhan Aleksandria
adalah salah satu pelabuhan terpenting. Banyak kapal-kapal besar berlayar dari
sini. Hasil perdagangan yang banyak didatangkan adalah biji-bijian.
II. LATAR BELAKANG
AGAMA DUNIA PB
1.
LATAR BELAKANG DUNIA PB
Di
bawah pemerintahan kaisar Augustus, kesusasteraan Romawi dibangkitkan lagi.
Tulisan-tulisan mereka berupa drama-drama dan cerita-cerita mitos Yunani.
a.
Ilmu Pengetahuan
Dalam
hal ilmu pengetahuan sudah dikenal ilmu alam sederhana, ilmu pengobatan umum,
ilmu bahasa dan pidato. Seni dan ilmu arsitektur adalah yang paling maju pesat.
Banyak dibangun jembatan, saluran air, gedung-gedung kesenian dan
patung-patung. Ilmu perbintangan banyak dinikmati masyarakat.
b.
Hiburan
Untuk
hiburan banyak dipertunjukkan pertunjukkan-pertunjukkan musik untuk menghibur
kaum jelata. (tambur, kecapi, seruling dan harpa). Sedangkan hiburan untuk kaum
ningrat (kaya) adalah pertarungan berdarah antara manusia dan hewan (gladiator)
di arena-arena pertunjukkan.
c.
Bahasa
Bahasa
yang dipakai bermacam-macam: Latin, Yunani, Aramaik dan Yahudi (Ibrani),
masing-masing bahasa mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan untuk tujuan yang
berbeda. Berbeda dengan bangsa-bangsa
kuno lainnya, bangsa Yahudi adalah suatu masyarakat yang berlandaskan Taurat.
Mungkin bangsa lain mem-punyai koleksi kesusasteraan yang lebih besar dan lebih
bervariasi. Urut-urutan yang lazim dari buku apokrifa adalah sebagai berikut, I
Esdras, II Esdras, Tobit, Yudit, Tambahan-tambahan pada Kitab Ester,
Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, Nyanyian Tiga Pemuda Kudus, Kisah Susana,
Dewa Bel dan Naga Babel, Doa Manasye, I Makabe, dan II Makabe.
d.
Sistem Pendidikan
Di
antara Yahudi Perserakan, pendidikan pasti sudah sejak lama mendapat tempat
yang penting, karena hanya keyakinan nasional mereka sajalah yang membuat
mereka tetap bertahan dan tanpa kekuatan militer, mereka hanya dapat memelihara
kepribadian nasional mereka dengan mempertahankan diri sebagai suatu kelompok
yang terpisah dengan kebudayaan dan kehidupan rohaniah mereka sendiri. Sejak
zaman Ezra, sudah ada pembacaan hukum Taurat secara umum dan penjelasan
mengenai artinya-semacam pendidikan bagi orang dewasa yang dipertahankan dengan
konsisten oleh sinagoge.
e.
2.
LATAR BELAKANG AGAMA DUNIA PB
A.
Agama Primitif
Agama
primitif orang Romawi adalah pemujaan terhadap dewa-dewi Yunani, walaupun tidak
berlangsung lama, (hanya sampai abad pertama) karena rakyat tidak lagi melihat
manfaatnya. Bahkan justru sebaliknya, cerita dewa-dewi itu merusak moral dan
kehidupan kaum muda. Pemujaan kepada kaisar sa Jadi secara umum agama yang ada
pada dunia PB
1.
Pantheon Romawi-Yunani
2.
PemujaanKaisar
3.
Agama-Agama Rahasia
4.
Pemujaan Alam Gaib
5.
Filsafat-Filsafat
a.
Platonisme
b.
Gnostik
c.
Neo-Platonisme
d.
Epikurianisme
e.
Stoicisme
f.
Sinisme
g.
Skeptisisme.
B.
Yudaisme
Bangsa
Yahudi dan agama Yudaisme adalah dua sisi mata koin yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk dunia
Perjanjian Baru, karena dari sanalah kekristenan lahir. Hampir semua
penulis-penulis PB adalah orang-orang Yahudi yang mempunyai latar belakang
agama Yudaisme. Oleh karena itu untuk memahami tulisan-tulisan PB dengan baik
akan ditentukan dari seberapa jauh kita mengerti tentang bangsa Yahudi dan
agama Yahudi.
1.
Latar Belakang
Untuk
memahami sejarah bangsa Yahudi, kita harus kembali melihat jauh ke belakang
kepada panggilan Allah terhadap Abraham. karena dari Abrahamlah bangsa
"pilihan" ini berasal.
Namun
demikian, agama Yudaisme sebenarnya baru dimulai pada masa
"penyebaran" (diaspora) yang terjadi sejak tahun 734 SM, ketika
puluhan ribu orang Yahudi dibuang keluar dari tanah kelahiran mereka. Di tanah
pembuangan itulah orang-orang Yahudi yang setia kepada Taurat mulai merasakan
kesulitan besar untuk tetap beribadah dan mentaati Hukum dan Taurat mereka. Sebagian
dari mereka yang dibuang ini mulai tergoda untuk mengadopsi cara-cara hidup
kafir, bahkan juga agama kafir. Melihat tantangan yang besar ini mulailah
orang-orang Yahudi sadar betapa berharganya kepercayaan yang mereka warisi dari
nenek moyang mereka. Oleh karena itu mereka mulai memikirkan tentang bagaimana
mempelajari agama nenek moyang mereka yang berisi hukum Taurat itu dengan
sungguh-sungguh supaya mereka tidak dicemari dengan budaya dan dunia kafir.
Dari sinilah Yudaisme secara resmi lahir. Salah seorang pelopor utama gerakan
ini adalah Ezra, ia mengetuai badan yang disebut sinagoge agung. Badan
yang terdiri dari 120 orang ini bertugas untuk menghidupkan, memulihkan dan
menggolong-golongkan kitab-kitab PL. Tapi akhirnya badan ini diganti
dengan dewan sanhedrin. [Lihat: Dan. 1:5-8; 3:4-7: Ezr. 7:1-6]
2. Pusat Ibadah Yahudi
di Yerusalem
Sebelum
masa penyebaran/pembuangan, Bait Suci di Yerusalem (yang dibangun oleh Raja
Salomon) adalah satu-satunya pusat ibadah bagi orang Yahudi. Isi ibadah mereka
adalah melakukan perjalanan ke Yerusalem secara teratur dan mengadakan upacara
korban sembelihan di sana. Setelah mereka dibuang ke tanah asing, mereka tidak
mungkin lagi ke Bait Suci untuk beribadah, apalagi setelah Yerusalem
dihancurkan (586 SM). Upaya yang mereka lakukan untuk menggantikan ibadah
adalah dengan menggiatkan kembali pengajaran tentang Hukum dan Taurat sebagai
pusat ibadah mereka yang baru. Walaupun
Bait Suci kemudian dibangun kembali, ada banyak orang Yahudi yang masih tinggal
di tanah asing dan tidak kembali ke Palestina, bahkan ternyata lebih banyak
orang Yahudi yang tinggal di luar negara mereka. Untuk memenuhi kebutuhan
rohani dan ibadah mereka maka dibangunlah sinagoge-sinagoge di kota-kota di
mana orang Yahudi tinggal. Sinagoge (artinya rumah ibadat orang Yahudi) tidak
bisa dikatakan sebagai tiruan Bait Suci Yerusalem, karena selain ukuran yang
jauh lebih kecil, juga tidak disediakan tempat untuk membakar korban. Sebagai
gantinya dilakukan doa, membaca Taurat, memelihara hari Sabat, sunat dan memelihara
hukum-hukum PL yang mengatur soal makanan. Inilah yang akhirnya menjadi pusat
ibadah Yudaisme. [Lihat: Maz. 137: 1-5]
3. Tempat Ibadah Yahudi
- Sinagoge
Sejak
jaman penyebaran/pembuangan peranan sinagoge dalam melestarikan agama dan
budaya Yahudi sangat besar. Di sinilah Yudaisme bertumbuh dan mengalami
kedewasaan. Di setiap kota besar dimana ada kelompok orang Yahudi tinggal
didirikanlah sinagoge. Akhirnya sinagoge juga menjadi balai sosial di mana
penduduk Yahudi di kota itu berkumpul setiap hari minggu untuk belajar tentang
tradisi dan agama Yudaisme. Kesuksesan pemakaian rumah ibadat orang Yahudi ini
sangat mengesankan, sehingga pada waktu orang-orang Yahudi perantauan pulang ke
tanah airnya, sistem ibadah di sinagoge ini dibawa dan tetap dipraktekkan sampai
jaman Yesus dan para Rasul. Pemimpin
sinagoge disebut "kepala rumah ibadat", yang diangkat dari antara
penatua berdasarkan hasil pemungutan suara. Tugasnya adalah memimpin kebaktian,
menjadi penengah dalam suatu perkara dan memperkenalkan pengunjung pada jemaat.
Penjaga sinagoge disebut hazzan. Tugasnya menjaga dan memelihara bangunan dan
juga harta benda yang ada di sinagoge. Dalam
sinagoge ada lemari untuk menyimpan gulungan kitab Taurat, sebuah podium dengan
sebuah meja untuk meletakkan Kitab Suci yang sedang dibaca, dan juga lampu dan
bangku serta kursi duduk jemaat. [Lihat: Mar. 5:22; Luk. 13:14; Kis. 13:5;
14:1; 15:43, dst.]
4. Bentuk ibadah
Dalam
sinagoge kebaktian dilakukan sbb.:
a.
Pembacaan pengakuan iman Yahudi yang disebut shema - (Ul. 6:4,5). Diikuti
dengan puji-pujian kepada Allah yang disebut berakot
("Diberkatilah....").
b.
Pembacaan doa, dan juga pembacaan doa pribadi oleh jemaat (dalam hati).
c.
Selanjutnya adalah pembacaan Kitab Suci (kitab Taurat dan Pentateukh, juga
kitab Nabi-nabi).
d.
Kemudian diikuti dengan Kotbah untuk menjelaskan bagian yang baru saja
dibacakan.
e.
Kebaktian diakhiri dengan berkat, yang dilakukan oleh imam. Bentuk/tata cara
ibadah sinagoge ini juga diikuti oleh gereja abad pertama.
5. Aliran-aliran
keagamaan dalam Yudaisme.
Walaupun
semua orang Yahudi memegang hukum agama yang sama (Yudaisme) tapi dalam
penafsiran dan tujuannya ada bermacam-macam aliran:
a. Kaum Parisi
Berasal
dari kata parash, artinya "memisahkan". Aliran yang paling
berpengaruh dan banyak pengikutnya dalam masyarakat. Mereka adalah para ahli
tafsir PL, yang menjunjung tinggi hukum lisan atau adat istiadat nenek moyang
yang mereka taati sampai pada hal yang sekecil-kecilnya. Karena keahliannya
inilah mereka disebut sebagai ahli Taurat. Kelompok inilah yang paling banyak
dijumpai berselisih paham dengan Yesus. Namun demikian tidak semua orang Parisi
munafik ada juga yang sungguh-sungguh. [Lihat: Mat. 23:13-15]
b. Kaum Saduki
Nama
Saduki berasal dari bani Zadok (Imam Besar). Mereka berjumlah kecil tetapi
sangat berpengaruh dalam pemerintahan, karena anggota mereka adalah para imam
di Bait Allah di Yerusalem. Pengajaran
PL yang mereka terima hanyalah 5 kitab Pentateukh, tidak percaya pada
kebangkitan dan hal-hal supranatural atau kehidupan sesudah kematian, tetapi
mereka berpegang ketat hanya pada tafsiran-tafsiran harafiah Taurat. [Lihat:
2Sam. 15:24-29; Kis. 23:8]
c. Kaum Zelot
Mereka
adalah kaum nasionalis fanatik yang ingin melepaskan diri dari penjajahan
Romawi. Mereka percaya bahwa Allah adalah satu-satunya pemimpin mereka. Oleh
karena itu mereka sering mengadakan pembrontakkan melawan pemerintah Romawi.
[Lihat: Kis. 5:37; Mar. 12:14]
d. Kaum Eseni
Eseni
artinya "saleh" atau "suci". Mereka ini tidak secara resmi
disebut dalam kitab-kitab PB, tetapi keberadaan mereka diakui oleh tradisi
sebagai biarawan-biarawan Yahudi yang hidup membujang. Mereka juga menjalankan
hidup sederhana dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama. Kelompok
ini sering dihubungkan dengan penemuan-penemuan naskah Qumran, walaupun tidak
ada bukti kuat.
e.
Kaum Helenis
Kelompok
ini disebut kaum Helenis karena mereka adalah orang-orang keturunan Yahudi
tetapi telah mengadopsi kebudayaan dan bahasa Yunani dan tidak lagi mengikuti
tradisi dan adat istiadat Yahudi, kecuali dalam hal iman agama mereka.
6. Hari-hari Raya
Yahudi
Orang-orang
Yahudi banyak merayakan hari-hari penting yang pada umumnya dihubungkan dengan
perayaan keagamaan yang memiliki latar belakang erat dengan sejarah kehidupan
bangsa Israel. Hari-hari Raya tsb. antara lain: Perayaan Paskah, Hari Raya
Roti Tidak Beragi, Hari Raya Pentakosta, Hari Raya Tahun Baru, Hari Perdamaian,
Hari Raya Pondok Daun. Lima hari raya ini diadakan berdasarkan aturan dalam
Hukum Muda. Sesudah masa pembuangan mereka menambah perayaan Hari Raya Meniup
Serunai, Hari Raya Purin.
III.
KANON DAN KITAB-KITAB PB
A. KANON PB
Pengumpulan
naskah-naskah PB terjadi sebagai proses pimpinan Roh Kudus dalam memelihara
hasil inspirasi yang dituliskan oleh para penulis Alkitab. Pengumpulan
naskah-naskah PB yang akhirnya diterima sebagai kitab-kitab PB dalam Alkitab
disebut sebagai Kanonisasi. Melalui beberapa peristiwa, penyeleksian penyusunan
daftar kitab (kanon) itu akhirnya diterima gereja.
1. Pengertian Kanon
Kata
kanon berasal dari kata Yunani kanon, artinya buluh. Karena pemakaian
"buluh" dalam kehidupan sehari-hari jaman itu adalah untuk mengukur,
maka kanon juga berarti sebatang tongkat/kayu pengukur atau penggaris.
Namun
pada abad ke 4 Athanasius memberikan arti teologis bahwa kanon dipakai untuk
menunjuk kepada Alkitab. Sehingga artinya adalah: Daftar naskah kitab-kitab
dalam Alkitab yang berjumlah 66 kitab, yang telah memenuhi standard
peraturan-peraturan tertentu yang diterima oleh Gereja Tuhan sebagai
kitab-kitab Kanonik yang diakui diinspirasikan oleh Allah dan memiliki otoritas
penuh dan mutlak terhadap iman Kristen dan perbuatannya.
2.
Sejarah Kanon PB
.
Banyak orang mempertanyakan, mengapa kitab Perjanjian Lama terdiri dari 39
kitab dan kitab Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Siapa yang menentukan
jumlah kitab dalam Alkitab? Apakah ada rapat atau semacam konferensi untuk
menentukan jumlah kitab-kitab di dalam Alkitab? Siapakah yang berkompeten
menentukan kitab-kitab itu sebagai firman Allah? Kalau Alkitab disebut kanon, apa
itu kanon? Apakah kata kanon itu alkitabiah?
Kata
kanon berasal dari bahasa Yunani. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan kata
ini dengan kata dasar patok, sedangkan dalam bahasa Inggris kata itu
diterjemahkan dengan rule atau measure. Patok atau kanon atau measure ialah
sebuah ketetapan atau sebuah ukuran. Ini biasanya dipakai untuk tindakan
pengukuran tanah, misalnya setelah sebidang tanah diukur, kemudian diberi patok
yang menandakan telah diukur. Kalau tanah itu dijual maka patok itu telah disetujui
oleh baik penjual maupun pembeli atau bahkan telah diperiksa oleh departemen
pertanahan sebuah negara.
Alkitab
disebut kanon itu artinya Alkitab adalah sebuah ukuran yang telah ditetapkan,
atau sebuah ukuran yang telah pasti. Alkitab adalah sebuah patokan bagi semua
pihak. Barang siapa yang mencoba menggeser patokan, maka ia adalah penipu atau
seseorang yang bertindak curang. Kanon adalah sebuah ukuran pasti, bagaikan
alat/tongkat ukur modern yang tidak boleh dipanjangkan maupun dipendekkan, yang
telah disetujui untuk dijadikan alat pengukur oleh semua manusia. Alkitab
adalah alat pengukur doktrin dan perbuatan, baik pribadi orang percaya maupun
jemaat.
Kitab-kitab
yang tergabung dalam kitab Perjanjian Lama adalah kitab-kitab yang ditulis
antara ± tahun 1500 sebelum Masehi sampai ± tahun 400 sebelum Masehi. Dengan
kata lain, ± 400 tahun sebelum kelahiran Yesus ke dalam dunia, kitab-kitab
Perjanjian Lama telah tertulis dan sudah sering dibaca oleh masyarakat Yahudi.
Sesungguhnya
tidak ada hal yang terlalu istimewa dalam proses pengakuan orang Kristen
terhadap kanon kitab-kitab Perjanjian Lama, karena pada prinsipnya orang
Kristen hanya memungutnya dari tradisi orang Yahudi. Sesuai dengan tradisi
orang Yahudi kanon Perjanjian Lama terdiri dari tiga kelompok kitab, yaitu
kelompok kitab Torah, Nevi'im dan Ketubim. Kelompok kitab Torah terdiri dari
lima kitab yang ditulis oleh Musa, yaitu kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan dan Ulangan. Kelompok kitab ini selain disebut Torah (hukum) juga
disebut kitab Musa. Kitab-kitab itu disebut kitab Musa, karena Musa yang
menulisnya. Sebutan ini pasti tercipta pada generasi pertama penerima kitab itu
karena mereka tahu persis bahkan kenal dengan penulisnya. Sebutan kitab Musa
ini bukan baru diberikan setelah orang Israel kembali dari pembuangan
sebagaimana diperkirakan oleh para theolog Liberal. Musa menulis kitab-kitabnya
pada empat puluh tahun bagian akhir hidupnya. Dan diketahui bahwa bagian yang
menceritakan tentang kematian Musa kemungkinan ditambahkan oleh penerusnya.
Kelompok
kitab Nevi'im terdiri dari 19 kitab, yaitu
Yosua, Hakim-hakim, Samuel, Raja-raja, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hosea, Yoel,
Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan
Maleakhi. Waktu penulisan kitab-kitab tersebut dapat dicocokkan pada masa hidup
penulisnya. Tidak diketahui dengan jelas alasan kitab Hakim-hakim dan Raja-raja
dimasukkan ke dalam kitab Nevi'im. Ada kemungkinan generasi yang sangat dekat
dengan penulisan kitab itu tahu bahwa penulis kedua kitab itu adalah seorang
nabi, karena sangat kemungkinan nabi Samuel adalah penulis kitab Hakim-hakim.
Sedangkan kitab Raja-raja mungkin ditulis oleh kelompok nabi.
Sedangkan
kelompok kitab Ketubim (karangan/tulisan) ada 12 kitab,
antara Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, Ester,
Daniel, Ezra, Nehemia dan Tawarikh. Diketahui bahwa sebagian besar kitab Mazmur
ditulis oleh Raja Daud, sedangkan anaknya, Salomo, menulis tiga kitab, yaitu
Amsal, Kidung Agung dan Pengkhotbah. Sesuai dengan nama kelompok kitab ini
Ketubim yang berarti tulisan atau bacaan, maka isinya adalah bacaan yang
mengajarkan kebenaran melalui cerita maupun kiasan.
Ini
adalah susunan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam Alkitab orang Yahudi. Kitab
yang paling terakhir dalam susunan mereka itu bukan kitab Maleakhi melainkan
kitab Tawarikh. Susunan yang dimiliki
sekarang kemungkinan adalah susunan yang disesuaikan dengan Septuaginta, yaitu
kitab Perjanjian Lama terjemahan bahasa Yunani yang dikerjakan pada ± tahun
200-an sebelum Masehi. Tadinya jumlah kitab hanya 36 kitab, tetapi karena
Samuel, Raja-raja dan Tawarikh dibagi dua, maka menghasilkan jumlah 39 kitab.
Kitab Torah, Nevi'im
dan Ketubim ini telah diakui oleh masyarakat Yahudi sebagai firman Allah,
bahkan Yesus sendiri dalam Lukas 24:27, 44 menyebut tiga kelompok kitab ini
sebagai firman Allah. Pengakuan Yesus adalah
otoritas tertinggi sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa kitab Perjanjian
Lama yang terdiri dari 39 kitab itu adalah firman Allah. Jadi, bukan hanya
karena adanya pengakuan secara tradisi, melainkan juga adanya pengakuan Yesus. Selain
itu juga terlihat dalam tulisan Rasul-rasul, sikap mereka terhadap Perjanjian
Lama. Petrus berkata, bahwa Perjanjian Lama adalah firman Allah (1 Petrus 2:6,
2 Petrus 1:20).
Tentu
bukan hanya Petrus yang memberi pengakuan bahwa kitab Perjanjian Lama adalah
kitab suci yang diilhamkan Allah, melainkan semua penulis kitab Perjanjian Baru
juga mengakui serta mengutip kitab Perjanjian Lama sambil menyatakan bahwa itu
adalah firman Allah. Itulah sebabnya telah dinyatakan bahwa pengakuan orang
Kristen terhadap kitab-kitab Perjanjian Lama sebagai kanon kitab suci itu penuh
dasar. Dasarnya bukan karena semua orang Yahudi telah menerima kitab Perjanjian
Lama sebagai kitab yang diilhamkan Allah, melainkan karena semua rasul juga
mengakui, bahkan Yesus sendiri juga mengakui bahwa kitab Perjanjian Lama adalah
firman Allah.
Sebelum
sampai pada proses pengkanonan, terlebih dahulu didahului proses penulisan
(composing) yang berkisar dari sekitar tahun 50 sampai sekitar 100. Kemudian
dilanjutkan dengan proses pengumpulan (collecting) yang berkisar dari tahun 100
sampai 200. Proses pengumpulan ini adalah proses dimana orang-orang percaya
mengumpulkan surat-surat atau tulisan rasul-rasul untuk kebutuhan jemaat maupun
kebutuhan pribadi. Sesudah masa pengumpulan kemudian diikuti masa pembandingan
(comparing), yang berkisar dari tahun 200 sampai 300. Proses pembandingan ini
ialah proses dimana tiap-tiap jemaat lokal berusaha membanding-bandingkan hasil
koleksi mereka. Sesudah itu kemudian diikuti dengan masa pelengkapan (completing)
, yang berkisar dari tahun 300 sampai 400. Masing-masing jemaat melengkapi
hasil koleksi mereka. Surat yang kurang di satu jemaat, dilengkapi oleh jemaat
yang lain. Ini adalah fenomena garis besar proses pengkanonan kitab-kitab
Perjanjian Baru. Untuk memahaminya dengan lebih sempurna selanjutnya dilihat
proses-proses itu dengan lebih seksama.
Proses
pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru sedikit lain dari proses pengkanonan
kitab Perjanjian Lama, namun tetap memiliki prinsip dasarnya. Sebagaimana proses
pengkanonan kitab Perjanjian Lama tidak melalui sebuah konferensi, demikian
juga dengan proses pengkanonan kitab Perjanjian Baru. Keduanya sama-sama
melalui proses waktu yang panjang. Kitab-kitab yang terkandung di dalam kedua
kelompok kitab itu diakui satu persatu. Misalnya kitab Musa yang terdiri dari
kitab Kejadian sampai Ulangan itu adalah yang pertama diakui sebagai Torah
(hukum) yang diberikan Allah kepada bangsa Israel. Demikian juga kitab-kitab
Perjanjian Baru diakui oleh jemaat satu persatu.
Injil
Matius adalah kitab pertama yang ditulis di antara kitab-kitab Perjanjian Baru.
Kelompok Liberal mengatakan bahwa Markus adalah kitab yang pertama ditulis.
Sebagian orang Injili terpengaruh pandangan kelompok Liberal, namun kelompok
Fundamental tidak beranjak dari keyakinan bahwa Injil Matius adalah kitab
pertama yang ditulis dalam seluruh kitab Perjanjian Baru. Jelas sekali bahwa
sementara Markus masih anak ingusan yang masih merindukan "bau"
ibunya, Matius telah berstatus orang tua yang berwibawa. Kelihatannya pandangan
kelompok Liberal itu adalah pandangan yang dipengaruhi konsep dasar teori
evolusi, yaitu dari simple (yang sederhana) menuju kompleks. Konsep dasar teori
yang berprinsip dari sesuatu yang sederhana menuju sesuatu yang lebih sempurna,
menghantui sebagian teolog sehingga mereka menerapkan prinsip itu pada proses
penulisan Injil. Bagi mereka, karena kitab Markus lebih sederhana, maka kitab
Markus pasti yang terlebih dulu ditulis. Setelah ada Injil Matius yang jauh
lebih lengkap, tidak mungkin Markus mau menulis yang lebih sederhana lagi.
Tampak bahwa konsep dasar teori evolusi merasuki dunia teologia juga.
Proses
pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru itu sesuai dengan perkembangan
penulisan kitab-kitab itu dan pengakuan jemaat. Sementara rasul-rasul mengajar
dengan lisan, sebagian mereka digerakkan untuk menulis. Akhirnya jumlah tulisan
rasul-rasul semakin bertambah dan dipakai sebagai dasar pengajaran. Sekalipun
tulisan rasul kebanyak berbentuk surat, namun ketika jemaat menghadapi persoalan
yang terdapat jawabannya di dalam surat rasul itu, maka jawaban itu sama dengan
jawaban langsung dari rasul. Jemaat menjadikannya dasar kebenaran karena mereka
yakin bahwa surat itu berisikan kebenaran. Logisnya, kalau terhadap nasehat
lisan para rasul saja mereka harus patuh dan meyakininya sebagai perintah
Allah, tentu jauh lagi terhadap nasehat tertulis mereka yang jauh lebih akurat.
Sikap ini menyebabkan mereka menyimpan dengan rapi semua surat yang ditulis
oleh rasul-rasul.
Ternyata
mereka bukan hanya menyimpan surat rasul yang ditujukan kepada mereka,
melainkan mereka saling membagi (share) dengan jemaat lain. Misalnya jemaat
Efesus yang menerima Surat Efesus, jemaat Korintus yang menerima Surat
Korintus, jemaat Galatia yang menerima Surat Galatia, dan jemaat Tesalonika
yang menerima Surat Tesalonika saling mengkopi satu sama lain. Sehingga di
jemaat Korintus selain ada Surat Korintus, juga terdapat Surat Efesus, Galatia,
dan Tesalonika. Mereka mengkopi surat-surat itu dengan mencatatnya dengan tangan
mereka. Tentu dicatat dengan ekstra hati-hati karena bagi mereka itu bukan
sembarangan tulisan melainkan firman Allah yang disampaikan melalui
rasul-rasul. Inilah yang di bagian awal disebut proses pengumpulan (collecting)
.
Dengan
tukar menukar surat atau tulisan peninggalan rasul di antara jemaat maka proses
pengkanonan berjalan secara alamiah. Sambil mereka menambah koleksi mereka,
mereka juga membandingkan koleksi satu jemaat dengan yang lain. Tindakan
membandingkan hasil koleksi masing-masing itu dinamakan proses pembandingan
(comparing). Mungkin ada jemaat yang telah mengumpulkan 20 kitab dan ada yang
baru memiliki 15 kitab. Mereka mencocokkan hasil koleksi masing-masing dan
melengkapi diri mereka dengan apa yang masih kurang. Tentu mereka mempertanyakan
alasan dimasukkannya surat tertentu ke dalam kanon oleh jemaat lain. Setelah
mendapat penjelasan, maka diterimalah surat tersebut oleh jemaat itu sebagai
standar firman Allah.
Di
dalam pembahasan tentang proses pengkanonan, pertanyaan yang sering muncul
ialah, siapa yang memutuskan kitab atau tulisan itu boleh masuk? Dan apa alasan
untuk memasukkan sebuah tulisan ke dalam kanon
Jawabannya
ialah, tidak ada orang tertentu atau konferensi tertentu yang diadakan untuk
menentukan syarat penerimaan sebuah surat atau tulisan ke dalam kanon
Perjanjian Baru. Proses pengkanonan berkembang secara alamiah dari saling
membandingkan hasil koleksi di kalangan jemaat-jemaat lokal sampai akhirnya
secara universal mengakui dan menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru sebagai
kitab-kitab yang diilhamkan Allah.
Pada
abad 16 kaum Roma Katolik dan Kristen Protestan, setelah mengadakan
pembicaraan, meneguhkan kembali keterikatan mereka kepada kanon Perjanjian Baru
ini, dan gereja Roma Katolik belum lama ini menekankan lagi keterikatannya.
Kaum Protestan yang konservatif juga meneruskan memakai Kanon yang diterima
melalui tradisi, bahkan para wakil teologia liberal tidak mengajarkan ajaran
yang bertentangan. Memang, di dalam penelitian Alkitab yang modern dan pendapat
beberapa ahli bahwa ada tulisan-tulisan yang di dalamnya ada yang tidak
bersifat rasuli - dan dalam hal ini - perlu dipahami lagi faktor-faktor dan
motif-motif yang mendasari proses historis yang telah digariskan. Bahwa
dokumen-dokumen itu dimasukkan ke dalam Kanon berarti gereja Kristen mengakui
kewibawaan dokumen-dokumen itu.
Pada
zaman paling dini belum ada Kanon, karena kehadiran para rasul atau para murid
mereka, dan karena tradisi-tradisi lisan yang hidup. Pada pertengahan abad
kedua para rasul telah tiada, tapi tulisan-tulisan mereka dan monumen-monumen
yang lain menguatkan amanat mereka. Pada waktu yang sama muncullah ajaran
bidat, dan penekanannya kepada teori teologis atau kepada pengilhaman baru
mengharuskan adanya penekanan baru kepada kewibawaan ajaran yang ortodoks dan
suatu rumusan yang lebih ketat terhadap kitab-kitab yang berwibawa.
Demikianlah
keempat Injil dan kumpulan Surat-surat Paulus yang telah dipakai di kalangan
luas, diumumkan bersifat alkitabiah bersama dengan beberapa tulisan lainnya
yang menyatakan diri ditulis oleh para rasul. Baik pembicaraan mengenai ajaran
dan yang bersifat ilmu maupun perkembangan, melanjutkan proses pengakuan sampai
Kanon itu dilengkapi pada waktu perwujudan intelektual dan kegirangan dari umat
Kristen pada abad 4-5. Tiga patokan dipakai, baik pada abad 2 atau 4, guna
meneguhkan bahwa dokumen-dokumen tertulis itu mewujudkan laporan yang benar
dari suara dan amanat kesaksian para rasul.
Pertama,
mengkaitkannya dengan para rasul; ini tidak berlaku bagi semuanya, misalnya Markus
dan Lukas diterima sebagai hasil karya orang-orang yang erat hubungannya dengan
para rasul.
Kedua,
pemakaian oleh gereja-gereja, yaitu pengakuan oleh gereja embimbing atau oleh
sebagian besar gereja. Karena patokan ini banyak itab Apokrifa ditolak, beberapa
barangkali tidak berbahaya dan bahkan erisi tradisi asli dari kata-kata Yesus,
lebih banyak lagi yang hanya iksi saja, tapi tidak ada yang ditolak yang diakui
oleh sebagian besar gereja.
Ketiga,
kesesuaian dengan ukuran-ukuran ajaran yang sehat; atas dasar ini Injil keempat
mula-mula diragukan tapi akhirnya diterima; atau (sebaliknya) Gospel of Peter
dilarang oleh Serapion dari Antiokhia karena kecenderungannya kepada doketisme,
sekalipun tuntutannya sudah ditulis oleh rasul. Demikianlah sejarah perkembangan
kanonik kitab Perjanjian Baru itu menunjukkan, bahwa Kanon adalah kumpulan
kitab-kitab yang dikaitkan dengan rasul-rasul atau dengan murid-murid mereka,
yang oleh gereja pada keempat abad pertama dipandang benar, karena kitab-kitab
itu mampu memberitakan dan merumuskan ajaran para rasul, sehingga dipandang
cocok bagi pengajaran umum dalam kebaktian kepada Allah. Jikalau ini dimengerti
dengan pertumbuhannya yang bertahap dan keanekaan sifat Kanon itu, dapat
diketahui mengapa dahulu dan sekarang ada persoalan-persoalan dan ada keraguan
terhadap karya-karya tertentu yang dimasukkan ke dalamnya. Karena menganggap
ketiga patokan itu memadai, maka umat Kristen Protestan kini tidak mendapatkan
alasan untuk menolak keputusan-keputusan angkatan-angkatan terdahulu, dan
karena itu menerima Perjanjian Baru sebagai suatu laporan lengkap dan berwibawa
dari pernyataan Ilahi sesuai yang diumumkan sejak zaman kuno oleh orang-orang
terpilih, yang penuh penyerahan dan yang diilhami
3.
Daftar Kanon PB
Beberapa
Daftar Kanon PB yang pernah berlaku dalam sejarah gereja:
a. Daftar Marcion
Daftar
buku PB yang tertua disusun di Roma pada tahun 140 M oleh seorang bidat yang
bernama Marcion. Menurut Marcion kitab PL harus ditolak dan juga kitab-kitab PB
yang dipengaruhi oleh Yudaisme, karena menurutnya Allah PL mempunyai status
yang lebih rendah dari Allah yang dinyatakan dalam diri Kristus. Itu sebabnya
kanon Marcion hanya terdiri dari 2 bagian:
1.
Kitab Injil Lukas (Injil yang tidak dipengaruhi oleh Yudaisme)
2.
8
Surat Paulus (3 Surat Penggembalaan tidak dimasukkan), yaitu: 1 & 2
Korintus, Efesus (Laodikia), Filipi, Kolose, 1 & 2 Tesalonika, Filemon.
b. Daftar Muratori
“Kanon”
pertama adalah kanon Muratoria yang disusun pada tahun 170. Kanon Muratoria
mencantumkan semua kitab Perjanjian Baru kecuali kitab Ibrani, Yakobus dan 3
Yohanes.
Pada
tahun 363, Konsili Laodikea menjelaskan bahwa hanya Perjanjian Lama (bersama
dengan Apokripha) dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru yang dibaca di
gereja-gereja. Konsili Hippo (tahun 393) dan Konsili Kartage (tahun 397) juga
meneguhkan ke 27 kitab yang sama sebagai kitab-kitab yang memiliki otoritas.
Konsili-konsili
ini mengikuti prinsip-prinsip berikut ini untuk menentukan apakah suatu kitab
Perjanjian Baru itu betul-betul diilhamkan oleh Roh Kudus.
1)
Apakah penulisnya adalah seorang rasul atau memiliki hubungan dekat dengan
seorang rasul?
2)
Apakah kitab itu diterima secara umum oleh Tubuh Kristus?
3) Apakah kitab itu mengandung ajaran moral
yang tinggi dan nilai-nilai rohani yang mencerminkan pekerjaan Roh Kudus?
Sekali
lagi, penting untuk diingat bahwa Gereja tidak menentukan kanon. Tidak ada
konsili gereja mula-mula yang menentukan kanon. Allah, dan hanya Allah, yang
menentukan kitab-kitab mana yang termasuk dalam Alkitab.
Allah
sendirilah yang meyakinkan para pengikutNya kitab-kitab mana yang telah
diputuskan olehNya.
Apa
yang dilakukan oleh manusia dalam proses pengumpulan kitab-kitab Alkitab
tidaklah sempurna, namun Allah, dalam kedaulatanNya, tanpa memandang kebodohan
dan keras kepala kita, telah membimbing Gereja mula-mula untuk mengenali
kitab-kitab yang diilhamkanNya.
Fragmen
Muratori adalah contoh paling awal yang
pernah diketemukan seputar daftar yang terdefinisikan dari sebagian besar kitab
Perjanjian Baru.Fragmen ini terlestarikan dalam rupa suatu terjemahan Latin
yang buruk, dengan kondisi telah rusak dan karenanya tidak lengkap. Tertulis
bahwa fragmen ini berasal dari teks Yunani yang tidak lagi ada, yang umumnya
dikatakan berasal dari akhir abad ke-2, kendati beberapa akademisi lebih suka
menyebutnya berasal dari abad ke-4. Berikut ini kutipan dari terjemahan Metzger
(bahasa Inggris): Kitab Injil ketiga
adalah menurut Lukas... Yang keempat... adalah dari Yohanes... kisah dari semua
rasul... Adapun Surat-surat Paulus... Pertama kepada jemaat di Korintus, kedua
kepada jemaat di Efesus, ketiga kepada jemaat di Filipi, keempat kepada jemaat
di Kolose, kelima kepada jemaat di Galatia, keenam kepada jemaat di Tesalonika,
ketujuh kepada jemaat di Roma... satu lagi kepada jemaat di Korintus dan kepada
jemaat di Tesalonika... satu kepada Filemon, satu kepada Titus, dan dua kepada
Timotius... kepada jemaat di Laodikia, [dan] lainnya kepada jemaat di
Aleksandria, [keduanya] dipalsukan atas nama Paulus untuk [mendukung] ajaran
sesat Marsion... surat dari Yudas dan dua dari Yohanes yang disebutkan di atas
(atau, yang namanya digunakan)... dan [kitab] Kebijaksanaan... Kita hanya
menerima apokalipsis Yohanes dan Petrus, meskipun beberapa dari kita tidak
bersedia kalau yang terakhir ini dibacakan di gereja. Tetapi Hermas menulis
Gembala baru-baru ini... Dan oleh karena itu seharusnya memang untuk dibaca;
tetapi tidak dapat dibacakan di depan umum kepada jemaat di gereja.
Hal
ini merupakan bukti bahwa mungkin pada tahun 200 telah ada sekumpulan tulisan
Kristen yang agak mirip dengan apa yang sekarang dikenal sebagai 27 kitab
Perjanjian Baru, yang mana mencakup empat injil dan menentang
keberatan-keberatan atasnya.
c.
Konsili Hippo (393M) dan Konsili Kartago (397M)
Sinode
Hippo atau Konsili Hippo (bahasa Inggris: Synod of Hippo) merujuk kepada
pertemuan sinode pada tahun 393 yang bertempat di kota Hippo Regius di Afrika
Utara pada zaman Gereja Kristen perdana. Pertemuan-pertemuan berikutnya
dilaksanakan pada tahun-tahun 394, 397, 401 dan 426. Beberapa di antaranya dihadiri
oleh Agustinus dari Hippo. Sinode
tahun 393 ini tersohor karena dua tindakan khususnya. Pertama, untuk
pertama kalinya suatu konsili para uskup membuat daftar dan menyetujui suatu
Kanon Alkitab Kristen yang bersesuaian isinya dengan Alkitab modern, termasuk
kitab-kitab yang di Gereja Katolik Roma disebut deuterokanonika dan di di
gereja-gereja Protestan disebut "Apokrifa". Daftar ini tidak
memasukkan sejumlah kitab yang dianggap Kanon oleh Gereja Ortodoks. Kanon ini kemudian
disetujui oleh Konsili Kartago dengan menunggu ratifikasi oleh "Gereja di seberang
lautan", yaitu Roma. Konsili-konsili sebelumnya pernah menyetujui
kanon yang mirip, tetapi agak berbeda susunannya. Kedua, konsili ini juga
menegaskan persyaratan apostolik mengenai tarak untuk para pejabat gerejawi,
dan menyatakan kembali bahwa persyaratan itu berlaku untuk semua orang yang
ditahbiskan, ditambah aturan bahwa seluruh anggota keluarga orang itu juga
harus penganut Kristen sebelum orang itu dapat ditahbiskan. Selain itu, aturan mengenai penggantian
pejabat gerejawi juga dijelaskan dalam Sinode ini, sebagaimana beberapa pertimbangan liturgis
tertentu.
4.
Kanon Injil dan Kisah Para Rasul
Pada
mulanya kitab-kitab Injil itu merupakan satu kumpulan kitab dalam bentuk
tunggal, tetapi dilaporkan sebagai "Menurut Matius", "Menurut
Markus" dsb. Tapi pada tahun 115 M, Ignatius mengenal lebih dari satu
Injil, jadi mungkin yang dimaksud adalah kumpulan Injil-injil.
Sekitar
tahun 170 M, seorang bernama Tatianus membuat Injil rangkap empat menjadi satu
cerita yang bersambung, atau disebut "Harmoni Injil-injil"
(Diatessaron), salah satu bentuk yang disukai banyak orang.
Walaupun
ada lebih dari 4 Injil yang dikenal jaman itu (mis. Injil Barnabas dll.), tapi
Ireneus berkata bahwa tidak ada Injil lain selain 4 Injil yang sudah dikenal
(Matius, Markus, Lukas, Yohanes). Ia berkata, seperti halnya 4 arah mata angin,
maka gereja juga mempunyai 4 Injil sebagai tiang penyangga gereja.
Kitab
Kisah Para Rasul mendapatkan pengakuan kanonik karena penulisnya sama dengan
Injil ketiga (Lukas). Kedudukan kitab ini penting dalam kanon PB karena
merupakan kitab yang sentral, menjadi penghubung antara kitab-kitab Injil dan
Surat-surat Kiriman.
B.
KITAB-KITAB PERJANJIAN BARU
1.
Nama
Nama
Perjanjian Baru berasal dari bahasa Latin Novum Testamentum. Istilah Testament
atau covenant (bhs. Inggris) ini, artinya persetujuan antar dua pihak yang
mengikat, lebih kuat dari hanya sekedar janji.
Bahasa
Yunani dari Perjanjian Baru adalah He Kaine Diatheke, artinya pesan atau wasiat
terakhir, yang melibatkan dua belah pihak dan sifatnya mengikat dan tidak dapat
diubah. Oleh karena itu makna kata "Perjanjian Baru" disimpulkan
sebagai perjanjian tertulis yang merupakan wujud persetujuan/kesepakatan yang baru
antara Allah dan manusia melalui Kristus.
2.
Isi
Isi
dari Perjanjian Baru adalah penyataan rahasia janji Allah yang baru yang
diwujudkan dalam catatan tentang kata-kata/pengajaran Yesus dan pada
pengikut-Nya. Catatan ini terdiri dari 27 buku, yang ditulis dalam kurun waktu
45-50 tahun, ditulis oleh 8-9 orang penulis (berbangsa Yahudi kecuali Lukas).
Pengelompokan isi Perjanjian Baru dapat dibagi sbb.:
a.
Buku-buku yang berisi sejarah:
Kitab
Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes dan Kisah Para Rasul; menceritakan tentang
kehidupan dan kematian Yesus dan riwayat para pengikut-Nya setelah Yesus
diangkat ke surga.
b.
Buku-buku yang berisi pengajaran doktrin:
Semua
surat-surat kiriman Rasul Paulus dan Rasul-rasul lain; surat-surat itu
khususnya ditujukan kepada jemaat untuk mengajarkan tentang pokok-pokok iman
Kristen serta pelaksanaan hidup Kristen.
c.
Buku yang berisi nubuat:
Kitab
Wahyu; mengungkapkan nubuatan masa kini dan masa yang akan datang melalui
penglihatan dan pengalaman supranatural.
3.
Susunan Kitab-Kitab PB
27
Kitab yang ada dalam Alkitab PB disusun tidak berdasarkan urutan tahun ditulis,
melainkan berdasarkan kronologis sejarah kisahnya dan sebagian karena
sifat-sifat sastranya. Susunan tsb. adalah sbb.:
Kitab
Sejarah :
1.
Matius, penulis Matius
2.
Markus, penulis Markus
3.
Lukas, penulis Lukas
4.
Yohanes, penulis Yohanes
5.
Kisah Para Rasul, penulis Lukas
Surat Kiriman :
6.
Roma, penulis Paulus
7.
1Korintus, penulis Paulus
8.
2Korintus, penulis Paulus
9.
Galatia, penulis Paulus
10.
Efesus, penulis Paulus
11.
Filipi, penulis Paulus
12.
Kolose, penulis Paulus
13.
1Tesalonika, penulis Paulus
14.
2Tesalonika, penulis Paulus
15.
1Timotius, penulis Paulus
16.
2Timotius, penulis Paulus
17.
Titus, penulis Paulus
18.
Filemon, penulis Paulus
Surat
Kiriman :
19.
Ibrani, Penulis Anonim
20.
Yakobus, Penulis Yakobus
21.
1 Petrus, Penulis Petrus
22.
2 Petrus, Penulis Petrus
23.
1 Yohanes, Penulis Yohanes
24.
2Yohanes, Penulis Yohanes
25.
3Yohanes, Penulis Yohanes
26.
Yudas, Penulis Yudas
Kitab
Nubuat :
27.
Wahyu, penulis Yohanes
4.
Periode PB
Penempatan
susunan kitab-kitab dalam Alkitab tidaklah sesuai dengan urutan usia
penulisannya, tetapi kronologi peristiwanya. Untuk memudahkan penyelidikan,
masa dalam PB dapat dibagi menjadi 3 periode waktu:
a.
Periode Kelahiran (5 sM - 30 M)
Masa
kehidupan Yesus diuraikan dalam kitab-kitab Injil.
b.
Periode Perkembangan (30 M - 60 M)
Masa
perkembangan karya kerasulan, khususnya pelayanan Rasul Paulus kepada jemaat
non-Yahudi.
c.
Periode Pemantapan (60 M - 100)
Masa
ini (60-100M) tidak banyak diketahui, tapi yang jelas banyak tulisan-tulisan
para Rasul dan juga kitab Injil yang baru beredar pada tahun-tahun ini.
IV.
KITAB-KITAB INJIL DAN KEHIDUPAN TUHAN YESUS
1.
KITAB-KITAB INJIL
A.
Asal-usul Injil
1.
Pengertian/Definisi:
Kata
Injil dalam bahasa Yunani adalah euanggelion, artinya Kabar Baik. Kabar Baik
tentang Yesus Kristus telah ditulis oleh keempat penulis Injil dan mereka
mengakui bahwa Yesuslah Tuhan, Anak Allah dan Mesias yang dijanjikan dalam PL dan
yang telah mengubah hidup mereka menjadi ciptaan baru.
2.
Isi Kitab-kitab Injil
Dari
maksud yang disebutkan oleh masing-masing penulis kitab-kitab Injil, dapat
ditarik satu kesimpulan bahwa kitab-kitab Injil mempunyai implikasi, yaitu:
a.
Kitab-kitab Injil bukanlah kitab-kitab yang ditulis oleh Tuhan Yesus sendiri,
tetapi oleh murid dan pengikut-Nya.
b.
Kitab-kitab Injil bukanlah kitab-kitab yang berisikan "biografi"
lengkap Tuhan Yesus, tetapi kisah selektif tentang kehidupan dan pengajaran
Yesus Kristus selama kira-kira 3 tahun saja.
c.
Isi pemberitaan kitab-kitab Injil berhubungan erat dengan teologia sang
penulis, yang secara khusus sangat berguna untuk Jemaat Gereja Mula-mula,
karena memberikan penyataan-penyataan besar dan definitif tentang diri Tuhan
Yesus dan hubungannya dengan Allah.
d.
Isi kitab-kitab Injil itu sesuai dengan tujuan masing-masing penulisnya. Oleh
karena itu sangat penting untuk mempelajari secara saksama latar belakang
penulisnya untuk dapat mengerti isi Injil dengan tepat.
B.
Injil-injil Sinoptik
Istilah
"Sinoptik" berarti "melihat dari sudut pandang yang sama".
Dalam hal ini Kitab-kitab Injil yang dimaksud adalah Injil Matius, Markus, dan
Lukas. Sedangkan yang disebut sebagai "masalah sinoptik" adalah
masalah yang muncul sehubungan dengan sumber apa yang dipakai oleh ketiga
Injil; apakah sumber yang dipakai sama? Kalau betul sama, mengapa mereka
membuat 3 kesaksian yang berbeda? Jawaban terhadap "masalah sinoptik"
ini adalah:
1.
Injil Matius ditulis lebih dahulu.
Agustinus,
pada abad ke 4, berpendapat bahwa Matius menulis lebih dahulu, lalu Markus
membuat ringkasannya dan Lukas menulis berdasarkan Matius dan Markus. Masalah
yang timbul dengan pendapat ini:
a.
Markus tidak menuliskan inti pemberitaan dengan proporsional yang baik.
b.
Bahasa yang dipakai Markus memiliki kualitas lebih rendah dari pada Matius dan
Lukas.
2.
Injil Markus ditulis lebih dahulu.
Lebih
banyak ahli kritik sastra Alkitab yang menerima pendapat bahwa Markus telah
ditulis terlebih dahulu dan menjadi sumber bagi Matius dan Lukas. Hal ini
terlihat dari:
a.
Pemakaian kata-kata
Setengah
kosakata yang dipakai Markus terdapat dalam Matius dan Lukas; tetapi ada bagian
yang sama yang hanya ada di Matius dan Lukas.
b.
Urutan
Matius,
Markus dan Lukas memakai urutan peristiwa dan garis besar yang sama dalam
penyusunan tulisannya.
c.
Isi
606
ayat dari 661 ayat dalam Markus ada di Matius (1060); dan 350 ayat dari Markus
ada di Lukas (1150). Kalau Matius dan Lukas dibandingkan maka ada 250 ayat yang
sama, tapi tidak ada dalam Markus.
d.
Gaya bahasa
Markus
memakai bhs. Yunani yang lebih rendah kualitasnya daripada Matius dan Lukas.
Juga Markus memakai beberapa bhs. Aram ditulisannya.
3. Teori Lain
Beberapa Ahli kritik sastra Alkitab
menawarkan teori lain yaitu dengan membedakan sumber-sumber Injil Sinoptik
menjadi 4 sumber, yaitu:
a. Markus
Tulisan Markus ditulis di Roma (+60 M).
b. Q (Quelle - sumber)
Tulisan Q ditulis di Antiokia (+50 M), yang
berisi kumpulan ajaran Yesus; sumber yang tidak digunakan oleh Markus, tapi
digunakan oleh Matius dan Lukas. Namun tidak ada kepastian adanya sumber Q ini
karena tidak ada referensi sama sekali, menurut beberapa ahli Alkitab Sumber Q
ini hanya bersifat hipotesis saja (lihat Artikel DOKUMEN "Q", di
http://www.sarapanpagi.org/post2340.html#p2340 ). Anggapan adanya Dokumen Q ini
digunakan untuk mempertanyakan keabsahan Matius dan dr. Lukas selaku penulis
sejarah Injil dan PB, dimana ia melakukan investigasi dan pencatatan sejarah
dari para saksi mata.
c. M
Tulisan
M ditulis di Yerusalem (+65 M), berisi ajaran yang hanya digunakan oleh Matius
tetapi tidak oleh Markus maupun Lukas. Dokumen ini juga hanya bersifat
Hipotesis, yang hanya digunakan untuk mempertanyakan keabsahan Matius murid
Yesus sendiri selaku penulis, dimana ia menulis pengalamannya sendiri dan investigasi
dan pencatatan sejarah.
d. L
Tulisan L ditulis di Kaisarea (+60), berisi
ajaran yang hanya digunakan oleh Lukas dan tidak oleh Markus maupun Matius.
Dokumen ini juga tidak ada bukti aslinya. Anggapan adanya Dokumen L ini
digunakan untuk mempertanyakan keabsahan Dr. Lukas selaku penulis sejarah Injil
dan PB, dimana ia melakukan investigasi dan pencatatan sejarah dari para saksi
mata.
Jadi hasilnya “hipotesis” tsb disimpulkan
oleh Drs. B.E. Drewes, M.Th. sbb.:
Matius
= memakai bahan Markus + Q + M (dan bahan dari penginjil sendiri)
Matius,
yang terdiri dari 1060 ayat, memakai bahan sebagai berikut:
kurang dari separo (47%) berasal dari
Markus,
kurang dari seperempat (23%) berasal dari Q.
dan
sisanya (30%) dari M (dan penginjil).
Lukas = bahan Markus + Q + L (dan bahan dari
penginjil sendiri)
Lukas,
terdiri dari 1150 ayat, memakai bahan sebagai berikut:
kurang dari sepertiga (28%) berasal dari
Markus,
kurang dari seperempat (21%) berasal dari
Q,
dan
separo dari Injil itu (51%) berasal dari L (dan penginjil)."
Image
Namun
tentu saja keabsahan adanya Dokumen Q, L, dan M hanya bersifat dugaan/
hipotesis semata, namun bukti-bukti sejarah yang mampu menunjukkan bukti
naskah-naskah dokumen yang dimaksud tidak pernah ada.
A.
PENDAHULUAN
1.
Silsilah Tuhan Yesus
Injil
Matius (1:1-17) memberikan urutan kronologis silsilah Tuhan Yesus, dengan jelas
terlihat bahwa secara biologis Tuhan Yesus adalah keturunan raja Daud, tepat
seperti apa yang dinubuatkan dalam Yes. 11:1; Yer. 23:5.
2.
Tahun Kelahiran Tuhan Yesus
Tahun
kelahiran Tuhan Yesus dapat diketahui dengan berbagai cara, yaitu baik dari
data-data ekternal atau juga dengan melihat data dari Alkitab sendiri:
a.
Data Matius 2:1
Karena
Herodes Agung mati pada tahun 4 SM, maka dapat dipastikan bahwa Yesus lahir
sebelum 4SM.
b.
Data Lukas 2:1-2
Data
di luar Alkitab (Yosefus) membenarkan bahwa memang pernah ada sensus yang
diselenggarakan pada permulaan tarikh Masehi. Dan ada seorang yang bernama
Kirenius yang dikirim ke Siria dan Yudea untuk tugas itu. Tetapi kalau itu
benar, maka tahun kelahiran Yesus adalah sekitar tahun 6 - 7 M.
c.
Data Lukas 3:1
Tiberius
menjadi penguasa kekaisaran Roma pada tahun 14 M, tahun ke-15 adalah tahun 28
M. Tetapi menurut data diketahui bahwa Tiberius sudah memegang kekuasaan tiga
tahun sebelumnya. Sehingga bisa disimpulkan pada tahun 25-26 M, Tuhan Yesus
berumur 30 tahun. Jadi kelahirannya antara 5-4 SM, yaitu sebelum Herodes
meninggal.
3.
Masa Muda Tuhan Yesus
Tidak
banyak data yang bisa dikumpulkan tentang masa kanak-kanak Yesus. Tapi dari
Injil Lukas dan latar belakang tradisi Yahudi, dapat disimpulkan bahwa:
a.
Keluarga Yesus mengikuti tradisi Yahudi, Yesus disunat pada hari yang ke delapan
(Luk. 2:21). Untuk itu Ia dibawa ke Bait Suci untuk mengesahkan sunat-Nya. Ia j
uga
"ditebus" dengan membayar persembahan sebanyak 5 syikal (sepasang
burung tekukur dan 2 anak burung merpati). Dan untuk pentahiran-Nya, Maria
memberikan kurban untuk orang miskin (Luk. 2:24).
b.
Karena ancaman kekejaman raja Herodes Agung yang ketakutan karena berita yang
di bawa orang Majus, bahwa telah lahir "Raja orang Yahudi", maka oleh
mimpi, Yusuf dituntun untuk membawa keluarganya meninggalkan Betlehem dan
mengungsi ke Mesir (Mat. 2:14). Setelah Herodes mati, barulah mereka kembali.
Tetapi karena anak raja Herodes (Arkhelaus) masih memerintah di Yudea, dan
karena tuntunan mimpi, maka akhirnya mereka menetap di Nazaret (Mat. 2:19-23).
c.
Yusuf adalah seorang tukang kayu. Profesi pekerjaan masyarakat biasa yang dapat
ditemui di kota kecil Nazaret. Jadi dapat dipastikan Yesus juga mempunyai
ketrampilan seperti ayah-Nya. Tapi yang jelas kita ketahui bahwa keluarga Yusuf
tidaklah tergolong kaya, malah dapat dikatakan miskin.
d.
Walaupun Yesus tidak berasal dari keluarga kaya, tapi terlihat bahwa Yesus
mempunyai pendidikan yang cukup baik. Bahkan ia dapat membaca bahasa Ibrani
(Luk. 4:16-20).
e.
Karena dibesarkan di daerah Galilea, dimana banyak tinggal orang-orang bukan
Yahudi, Yesus kemungkinan besar dapat berbicara 3 bahasa (Aram, Yunani,
Ibrani).
f.
Satu-satunya data tentang masa muda Yesus adalah ditemukan dalam Lukas 2:40-52,
yaitu pada waktu Yesus berusia 12 tahun, ketika Ia mengunjungi Bait Allah.
Pengetahuan-Nya tentang PL sangat mencengangkan para ahli Taurat.
Lihat
Artikel : THE LOST YEARS OF JESUS: DIMANA YESUS BERADA KETIKA BERUSIA 12-30
TAHUN?, di http://www.sarapanpagi.org/the-lost-yea ... 2.html#p101
4.
Tuhan Yesus Dibaptis
Pada
umur 30 tahun Tuhan Yesus datang kepada Yohanes untuk dibaptis. Yohanes pertama
menolak, karena baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pertobatan dosa. Namun
Yesus mau merendahkan diri untuk sama seperti manusia berdosa (meskipun Ia
tidak berdosa) dan mau memikul dosa umat manusia, karena itulah yang
dikehendaki Allah Bapa (Mat. 3:15). Kalau dibandingkan dengan Mark. 11:38, maka
baptisan Yesus ini juga merupakan permulaan jalan salib yang akan dilalui-Nya.
Kata-kata
yang diserukan oleh Bapa pada waktu pembaptisan (Mrk. 1:11) merupakan
pendobrakkan terhadap konsep eskatologi Yudaisme tentang Mesias. Setelah
peristiwa baptisan yang sangat menguatkan ini, Yesus dibawa oleh Roh untuk
dicobai oleh iblis.
B.
PELAYANAN TUHAN YESUS
1.
Pelayanan di Yudea
Pelayanan
awal Tuhan Yesus dilakukan pertama di daerah Yudea. Hanya Injil Yohanes saja
yang memberikan kesaksian tentang pelayanan Tuhan yang pertama-tama, khususnya
tentang hubungan-Nya dengan Yohanes Pembaptis. Di Betani Tuhan Yesus memilih 5
murid-murid-Nya yang pertama. Lalu Yesus ke Kana (daerah Galilea) dan membuat
mukjizat-Nya yang pertama. Lalu ke Kapernaum dan Yerusalem untuk perayaan
Paskah. Di sini Yesus mulai menunjukkan kewibawaan-Nya dengan membersihkan Bait
Suci. Untuk beberapa saat Yesus melayani di Yerusalem. Percakapan dengan
Nikodemus juga terjadi pada saat itu. Pemenjaraan Yohanes Pembaptis, mendorong
Yesus pergi ke daerah Galilea. Dalam perjalanan ke sana Yesus sempat berbicara
kepada perempuan di Samaria.
2.
Pelayanan di Galilea
Kapernaum
sering disebut sebagai markas pelayanan-Nya. Selain mengajar di
sinagoge-sinagoge pada hari Sabat, Tuhan Yesus sering dijumpai membuat mukjizat
dan menyembuhkan orang sakit, sehingga membuat-Nya sangat populer, khususnya
dikalangan rakyat jelata. Namun demikian, sikap permusuhan orang Farisi dan
ahli Taurat juga semakin kelihatan jelas. Pemilihan ke 12 murid memulai babak
baru pelayanan misi Yesus. Pelayanan Yesus menjadi semakin luas dan banyak
orang mengikut Yesus, baik untuk motivasi yang benar maupun salah, karena mereka
melihat kuasa yang luar biasa melalui mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus
dan juga pengajaran-Nya.
Pada
akhir pelayanan-Nya di Galilea Yesus mulai banyak mengkonsentrasikan diri
kepada 12 murid-murid-Nya. Dan karena semakin keras para ahli Taurat dan Farisi
melawan pelayanan Yesus (termasuk usaha untuk menangkap Dia), maka mulailah
Yesus mengundurkan diri dari penampilan secara umum. Mereka tidak berhasil
mencelakai Yesus karena waktu-Nya belum sampai.
3.
Pelayanan di Daerah Perea
70
orang diutus oleh Yesus untuk pergi ke seluruh kota Israel memberitakan tentang
"Kerajaan Allah". Yesus masih tetap mengajar dan membuat banyak
mukjizat meskipun banyak tantangan. Yesus semakin melihat bahwa waktu
kesengsaraan akan segera datang sehingga Ia banyak berbicara tentang
kesengsaraan dan kematian-Nya kepada murid-murid- Nya.
4.
Minggu terakhir dan Kematian Yesus
Persiapan
kematian-Nya didahului dengan peristiwa-peristiwa berikut ini: pengurapan
dengan minyak Narwastu oleh Maria, Yesus ke Yerusalem dan disambut dengan
sorakan "Hosana", perjamuan malam dan mencuci kaki murid-murid-Nya.
Sebelum peristiwa perjamuan makan malam terakhir, (pada hari Paskah) Yudas
telah terlebih dahulu menghianati Yesus dengan menjual-Nya kepada pihak
Sanhedrin seharga 30 keping perak (harga seorang budak pada jaman itu). Pada
saat Yesus ada di taman Getsemani, berdoa, para prajurit menangkap Yesus dengan
bantuan Yudas.
Proses
pengadilan Yesus dilaksanakan dengan sangat tidak adil, karena walaupun tidak
ditemukan satu kesalahan pun Yesus tetap dijatuhi hukuman mati. Yesus disalib
pada pukul 9 pagi, hari Jumat. Menjelang petang Yesus mati. Tubuh-Nya diambil
dan dikuburkan oleh Yusuf Arimatea dan Nikodemus.
5.
Kebangkitan Yesus
Pada
hari yang "ketiga" (Minggu), Yesus bangkit dari kematian. Para wanita
yang akan memberi rempah-rempah menemukan kubur kosong. Setelah
kebangkitan-Nya, Yesus masih melayani murid-murid-Nya, yaitu dengan menguatkan
dan menghibur mereka serta memberikan perintah-Nya yang terakhir, yang dikenal
sebagai Amanat Agung Yesus Kristus.
C.
GELAR-GELAR TUHAN YESUS
1.
Anak Manusia
Gelar
yang hanya diberikan kepada Tuhan Yesus. Gelar yang memberikan konsep baru yang
tidak sama dengan konsep Mesias Yudaisme. Mat. 9:6; 10:23; 11:19
2.
Mesias
Gelar
yang mempunyai makna yang sama dengan Kristus, yang dalam bahasa Ibraninya
berarti "Yang diurapi" Kis. 4:27; 10:38; Mrk. 9:41:14:61-62
3.
Anak Alla
Gelar
yang menunjukkan keAllahan-Nya, sebagai Oknum kedua dari Allah Tritunggal. Mat.
4:3, 6; 16:16; Luk. 22:70; Yoh. 1:49
4.
Tuhan
Gelar
yang diasa dipakai untuk menunjukkan pemilikan ("Tuan"), tetapi
kadang juga dipakai untuk menunjukkan keAllahan. Mrk. 12:36- 37; Luk. 2:11;
Mat. 7:22
D.
JABATAN-JABATAN TUHAN YESUS
1.
Sebagai Nabi
PL
memberikan nubuatan, bahwa Allah akan memberikan Nabi besar yang akan membawa
Firman Allah secara utuh kepada umat-Nya (Ul. 18:15), Yesuslah Nabi yang
dinubuatkan itu (Kis. 3:22).
2.
Sebagai Imam
Imam
adalah seorang yang dipilih Allah untuk mewakili manusia bertemu dengan Allah,
khususnya untuk mempersembahkan korban sebagai "pendamaian". Yesus
sendirilah yang telah menjadi Kurban Pendamaian antara manusia dengan Allah
(Ibr. 7:25; 9:24).
3.
Sebagai Raja
Yesus
telah memerintah dan berkuasa atas segala sesuatu atas nama jemaat-Nya karena
Ia adalah "kepala" jemaat (Ef. 1:22), Ia juga telah menang melawan
kuasa si Jahat (1Kor. 15:24-28) sehingga Ia berkuasa atasnya selama-lamanya.
Tidak
mungkin kita dapat melihat seluruh kehidupan, pelayanan dan pengajaran Tuhan
Yesus secara lengkap dalam salah satu Injil saja. Hal ini jelas terlihat dari
pengakuan dari penulis Injil sendiri bahwa ada banyak hal yang belum/tidak
mereka catat dalam Injil mereka (Yoh. 20:30). Namun demikian pengajaran penting
yang Yesus ajarkan selama di dunia telah secara lengkap dicatat oleh keempat
Injil. Oleh karena itu untuk melihat secara lengkap sangat penting jika kita
melihat keempat Injil secara bersamaan.
3.
PENYUSUNAN INJIL-INJIL SINOPTIK
Injil
Matius, Markus dan Lukas disebut "Injil-injil Sinoptik" sebab ada
banyak persamaan di antaranya; cara para penulis menyusun logia menjadi kitab
Injil merupakan inti "masalah sinoptik". Kitab-kitab Injil ini pada
hakikatnya merupakan tiga edisi yang berbeda dari bahan dasar yang sama. Banyak
dari persamaannya dapat dijelaskan dengan dugaan para penulis mungkin telah
memakai kumpulan-kumpulan ucapan yang sama dan sedang beredar di antara
berbagai kelompok orang Kristen. Tetapi persamaan-persamaannya lebih rumit dari
itu, sebab ada banyak tempat di mana ketiga kitab Injil itu memakai bahasa,
kosa kata dan susunan tata bahasa yang tepat sama, sehingga kebanyakan ahli
yakin mereka memakai sumber-sumber tertulis yang sama pula.
Ada
dua teori utama yang menjelaskan persamaan-persamaan ini. Yang pertama
menganggap Injil Matius ditulis lebih dahulu, sedangkan yang kedua menganggap
Injil Markuslah sebagai kitab Injil yang pertama.
a.
Injil Matius ditulis lebih dahulu?
Pada
abad ke-4 M, Agustinus berpendapat bahwa Matius ditulis lebih dahulu, kemudian
Markus membuat sebuah ringkasan daripadanya. Akhirnya Lukas menulis kitab
Injilnya berdasarkan Matius dan Markus. Hingga awal abad ke-20, itulah
pandangan yang dipegang secara luas. Tentu terdapat variasi-variasi dari
pandangan tersebut. Salah satu di antaranya - "hipotesa Griesbach"
(yang dikemukakan oleh seorang ahli Jerman bernama J. J. Griesbach, 1745 -
1812) - yang akhir-akhir ini telah menjadi pusat perhatian para ahli
kontemporer. Griesbach setuju dengan Agustinus bahwa Matius merupakan kitab
Injil pertama yang ditulis, tetapi ia beranggapan bahwa yang berikutnya adalah
Lukas. Kemudian Markus memakai Matius dan Lukas sebagai dasar karyanya.
Ada beberapa masalah
dengan pandangan ini.
Mengapakah seseorang mau meringkaskan Matius dan Lukas sehingga membuat sebuah
kitab Injil seperti Markus? Dibandingkan dengan kedua kitab Injil yang lebih
panjang, Injil Markus yang pendek itu tidak dapat dianggap komprehensif.
Kelahiran Yesus dan masa kanak-kanak-Nya tidak disebut, hanya ada sedikit saja
tentang ajaran-Nya yang paling distinktif, dan cerita tentang kebangkitan
sangat singkat. Memang para penulis kitab Injil memilih bahan-bahan mereka
sesuai dengan perhatian dan kebutuhan pembaca mereka, jadi pada prinsipnya bisa
saja Markus menghasilkan suatu bentuk ringkas dari Injil Matius dan Lukas.
Tetapi melihat justru unsur-unsur yang sangat sentral tidak disinggung atau
hanya sepintas lalu disinggung oleh Markus, hampir mustahil membayangkan suatu
kelompok Kristen akan merasa puas dengan cerita Markus tentang Yesus jika
mereka sudah memiliki Injil Matius dan Lukas. Orang-orang Kristen dulu
cenderung mengutamakan Matius dan Lukas oleh karena alasan-alasan tersebut.
Kalau Markus ditulis terakhir, dengan pengetahuan penuh tentang adanya dua
kitab Injil lain, sulit sekali menjelaskan mengapa kitab Injil tersebut
ditulis.
Sebagian besar ragam bahasa yang dipakai Markus seakan-akan menunjuk pada suatu
kesimpulan yang sama. Kalau Markus telah memakai cerita-cerita Matius dan Lukas
dengan bahasa mereka yang halus, mengapakah ia begitu sering menulis dalam
bahasa Yunani yang secara praktis tidak dapat dimengerti? Perumpamaan tentang
biji sesawi merupakan contoh yang baik di sini (Mrk. 4:30-32; Luk. 13:18-19;
Mat. 13:31-32). Baik Matius maupun Lukas memakai ungkapan-ungkapan yang bagus,
yang serupa satu sama lain. Tetapi sebaliknya Markus memakai kalimat bahasa
Yunani yang ruwet tanpa kata kerja di dalamnya, yang tidak memberikan arti yang
lengkap. Kalau ia menyalin dari Matius atau Lukas, maka kelihatannya ia
benar-benar berusaha mengelak memakai kata-kata mereka - dan sulit sekali
menemukan alasan yang baik untuk itu!
Hampir sama sulitnya untuk percaya bahwa Lukas telah membaca dan memakai Injil
Matius. Kalau ia memang memakainya, maka ia menerapkan prosedur kesusasteraan
yang agak aneh. Injil Matius mengandung salah satu karya agung terbesar dalam
kitab-kitab Injil, yakni Khotbah di Bukit. Kalau Lukas memiliki Injil Matius
sewaktu ia menulis, mengapakah ia memecah-mecahkannya dengan memakai sebagian
di dalam tulisannya sendiri, Khotbah di Dataran, dan sisanya disebarkan dalam
bagian-bagian kecil di seluruh kitab Injilnya?
b. Injil Markus ditulis
lebih dahulu?
Ada
banyak contoh lain tentang masalah yang sama di tempat-tempat lain dalam ketiga
Injil Sinoptik. Itu sebabnya kebanyakan ahli modern lebih menyukai suatu
penjelasan yang agak berbeda tentang hubungan kitab-kitab tersebut satu sama
lain.
Penjelasan
yang lebih banyak diterima tentang persamaan antara Injil-injil Sinoptik adalah
Matius dan Lukas memakai dua dokumen sumber sewaktu menyusun karangannya
tentang kehidupan dan pengajaran Yesus. Inilah sumber-sumber yang kita kenal
sekarang sebagai Injil Markus dan suatu dokumen hipotetis yang disebut "Q".
Dapat dipastikan sedikitnya Lukas memakai berbagai sumber dalam menyusun
Injilnya, sebab ia secara eksplisit mengatakan bahwa ia telah menyelidiki hasil
pekerjaan orang-orang lain, serta memilih bagian-bagian dari tulisan mereka
yang cocok dengan tujuan tulisannya sendiri. Melihat hubungan sastra yang dekat
dengan Markus dan Lukas, kelihatannya pasti bahwa penulis Injil Matius memakai
metode yang sama dalam karyanya.
Di
dalam mencapai kesimpulan bahwa Matius dan Lukas memakai Injil Markus, para
ahli Perjanjian Baru telah menganalisis teks ketiga Injil Sinoptik dengan
memakai sedikitnya lima kriteria yang berbeda.
Pemakaian kata-kata
Suatu
cara sederhana untuk menentukan hubungan sastra teks-teks yang berbeda adalah
dengan membandingkan kata-kata yang dipakai dalam teks-teks tersebut. Lebih
dari setengah kosakata yang dipakai Markus terdapat dalam Matius dan Lukas, dan
keduanya mempunyai bagian-bagian yang sama tepat, yang tidak terdapat dalam
Injil Markus. Jadi kelihatannya ada suatu sumber yang diketahui oleh mereka
semua, dan suatu sumber lainnya yang hanya dipakai oleh Matius dan Lukas.
Urutan
Jikalau
urutan peristiwa dalam suatu cerita yang terdapat dalam lebih dari satu kitab
Injil juga sesuai dengan bagian-bagian yang mempunyai kata-kata yang sama, kita
dapat maju selangkah dengan berasumsi adanya sumber yang sama, yang urutan
maupun kata-katanya telah direkam oleh ketiga penulis. Dan memang ada banyak
bukti tentang hal ini. Matius, Markus dan Lukas mengikuti urutan peristiwa yang
sama dalam garis besarnya. Mereka mulai dengan pelayanan Yohanes Pembaptis,
kemudian melanjutkannya dengan kisah baptisan dan cobaan Yesus. Setelah itu
diceritakan tentang pelayanan yang meliputi pembuatan mujizat dan pengajaran di
Galilea, yang mulai membangkitkan pertentangan dari para pemimpin Yahudi. Lalu
Yesus mengadakan perjalanan ke wilayah utara untuk memberikan pengajaran khusus
bagi murid-murid-Nya. Akhirnya mereka pergi ke Yerusalem, dan bagian akhir
kitab-kitab Injil memberitakan tentang hari-hari terakhir Yesus, pengadilan-Nya,
penyaliban, dan kebangkitan-Nya.
Di
dalam kerangka umum ini, peristiwa-peristiwa khusus sering disampaikan dalam
urutan yang sama.
Ciri-ciri
Injil Sinoptik ini dapat diterangkan sebaik-baiknya bila kita beranggapan
Matius dan Lukas memakai Markus, dan bukan sebaliknya. Sebab sesuatu yang
mencolok ialah bila Matius menyimpang dari urutan Markus, Lukas tetap mengikuti
urutan Markus tersebut; kalau Lukas menyimpang dari urutan Markus, Matius tetap
mengikuti Markus. Hanya ada satu peristiwa yang oleh keduanya ditempatkan
berlainan dari Markus, yaitu penetapan keduabelas murid (Mrk. 3:13- 19; Mat.
10:1-4; Luk. 6:12-16). Kadang-kadang Matius atau Lukas meninggalkan pola cerita
Markus untuk menambah sesuatu yang baru, tetapi setelah penambahan tersebut,
biasanya mereka kembali lagi mengikuti urutan Markus. Ini merupakan salah satu
argumen terkuat yang mendukung anggapan bahwa Matius dan Lukas memakai Markus,
dan tidak sebaliknya.
Isi
Analisis
isi cerita juga mengungkapkan pemakaian sumber-sumber yang berlainan. Jika
seorang penulis mencatat cerita yang sama dengan kata-kata dan urutan yang sama
dengan seorang penulis yang lain, maka kita dapat menyimpulkan keduanya memakai
sumber yang sama, atau salah satu telah mengutip dari yang lainnya. Itulah yang
terjadi dalam Injil-injil Sinoptik; dari 661 ayat dalam Markus, 606 ayat
ditemukan dalam Matius dalam bentuk yang hampir sama, dan kira-kira setengahnya
terdapat juga dalam Lukas.
Gaya bahasa
Ini
suatu kriteria yang sangat sulit dipakai secara memuaskan. Gaya bahasa seorang
penulis dapat bergantung pada begitu banyak hal: situasi di mana ia menulis,
kelompok pembaca yang hendak dicapai, apakah ia memakai seorang sekretaris atau
tidak, dan sebagainya.
Jelas
ada perbedaan gaya bahasa yang nyata antara Markus dan kedua Injil sinoptik
lainnya, dan secara keseluruhan Injil Markus ditulis dengan bahasa Yunani yang
lebih rendah mutunya. Umpamanya, ia sering melukiskan suatu peristiwa dengan
memakai kata kerja bentuk masa kini walau hal-hal tersebut terjadi di masa lampau,
sedangkan Matius dan Lukas selalu memakai kata kerja bentuk waktu lampau, yang
tentunya lebih tepat. Ini merupakan salah satu argumen yang lemah, sebab hal
itu didasarkan atas asumsi para penulis memakai sumber-sumber tersebut dengan
cara yang agak kaku, hanya dengan menyalin kata demi kata dari naskah yang ada
di hadapan mereka. Tetapi tidak banyak penulis yang mengikuti suatu sumber
begitu dekatnya sehingga gaya bahasa sumber tersebut mengaburkan gaya bahasa
mereka sendiri. Jika Markus agak lemah dalam penguasaan bahasa Yunani, maka
tata bahasanya pun akan lemah, sekalipun dia hanya menyalin dari sumber
tertentu.
Kita
mempunyai dasar lebih kuat kalau kita mengamati bahwa Markus mencatat delapan
ucapan Yesus dalam bahasa Aram. Lukas sama sekali tidak mengikutinya, sedangkan
hanya ada satu contoh dalam Injil Matius. Lebih mungkin Matius dan Lukas
menghilangkan ucapan-ucapan bahasa Aram tersebut, ketimbang Markus yang secara
sengaja menambahkan ucapan-ucapan bahasa Aram dalam Injilnya.
Gagasan dan teologi
Jika
dapat ditunjukkan salah satu cerita kitab Injil mengandung teologi yang lebih
berkembang daripada kitab Injil lainnya, maka kita dapat menganggap kitab
tersebut ditulis belakangan. Kelihatannya ini pengujian yang sederhana, namun
tidaklah mudah menerapkannya dalam praktek. Sering sulit memastikan apa yang
kelihatan sebagai suatu perbedaan dalam. sikap, memang benar-benar merupakan
perbedaan. Lagi pula siapa yang akan menentukan "teologi apa yang
berkembang" itu, dan bagaimana kita dapat yakin teologi tersebut
berkembang belakangan ketimbang suatu pandangan "primitif"? Jika kita
ingat teologi yang sangat berkembang dari Paulus sudah ada pada waktu
kitab-kitab Injil ditulis, maka kita dapat melihat bahwa definisi mengenai
perbedaan-perbedaan seperti itu, dan hubungan kronologisnya satu sama lain,
merupakan suatu hal yang sangat subjektif.
Tentu
ada sejumlah penekanan yang berbeda dalam kitab-kitab Injil, tetapi sulit
mengetahui dengan pasti pengaruhnya terhadap penyusunan kitab-kitab Injil.
Misalnya, Matius dan Lukas tampaknya telah mengubah atau menghilangkan
pernyataan tertentu dalam Injil Markus yang dianggap kurang menghormati Yesus.
Pernyataan Markus yang blak-blakan bahwa di Nazaret Yesus "tidak dapat
mengadakan satu mujizat pun" (Mrk. 6:5), dalam Matius berbunyi,
"tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ" (Mat. 13:58), dan Lukas
menghilangkannya sama sekali. Begitu juga pertanyaan Yesus dalam Markus,
"Mengapa kau katakan Aku baik?" (Mrk. 10:18) muncul dalam Matius
sebagai, "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang
baik?" (Mat. 19:17). Tidak semua kriteria di atas sama pentingnya. Ada
kesulitan menentukan nilai dari sedikitnya dua di antaranya. Tetapi jika
ditinjau bersama, hasil kumulatif dari keterangan yang ada paling mudah dijelaskan
jika kita menganggap Matius dan Lukas memakai cerita Markus, dan Matius bukan
kitab Injil asli yang diringkaskan oleh Markus dan sumber yang dipakai Lukas
untuk kutipan-kutipan selektif.
4. SATU BERITA INJIL -
EMPAT INJIL
Seorang
rekan saya yang menjadi penginjil telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk
membangun persahabatan yang sungguh-sungguh akrab dengan sepasang suami istri
berkebangsaan Jepang. Pasangan suami istri itu tinggal tidak jauh dari
rumahnya. Dalam percakapan mereka pada suatu hari, rekan saya itu mendorong
mereka agar memberi perhatian lebih saksama pada akar-akar historis dari iman
Kristen dengan cara membaca Perjanjian Baru. Setelah beberapa hari membaca
keempat Injil, si istri kemudian membuat rekan saya itu terkejut karena
mengajukan pertanyaan berikut, "Mengapa Yesus harus mati empat kali?"
Bagi
orang-orang yang besar di dalam lingkungan gereja ataupun mereka yang cukup
akrab dengan Alkitab, pertanyaan ini terdengar agak konyol. Akan tetapi,
pertanyaan ini segera membangkitkan suatu isu yang genting bagi para pembaca
Injil-Injil. Mengapa harus ada empat catatan? Kenapa ada empat versi yang
berbeda? Mengapa ada empat perspektif yang masing-masing memiliki kekhasan?
Mengapa tidak dibuatkan satu saja catatan yang berotoritas? Ini tentu saja
adalah salah satu isu paling genting yang harus dihadapi para pembaca empat
kitab pertama dari Perjanjian Baru ini: Ada empat Injil-Injil, dan
masing-masing tidak selalu sepakat dengan yang lain dalam berbagai hal.
MENGAPA EMPAT INJIL?
Mengapa
empat Injil? Segera muncul dua jawaban yang saling kait- mengait. Di satu
pihak, tidak seorang pun mampu menangkap keseluruhan signifikansi dari orang
lain, dan prinsip ini berlaku terutama bagi sosok dengan bobot dan orisinalitas
seperti Yesus. Walaupun potret Yesus yang disediakan Lukas dapat menolong para
pembacanya, ia tentu saja tidak mampu menangkap seluruh hal-hal yang penting.
Karena alasan inilah kita dapat bersyukur karena kita tidak hanya memiliki satu
melainkan empat potret Yesus.
Di
pihak lain, bahkan sejak zaman para rasul masing-masing komunitas Kristen membutuhkan
catatan tentang pelayanan Yesus serta signifikansinya yang dikisahkan dalam
cara yang secara khusus memenuhi kebutuhan mereka. Injil-injil adalah
dokumen-dokumen yang memiliki tujuan tertentu. Dengan kata lain, kita dapat
menyimpulkan bahwa Injil-injil, seperti surat-surat Paulus, adalah
"tulisan-tulisan untuk menangani suatu keadaan tertentu." Maksudnya,
sebagaimana Paulus menuliskan surat pertamanya kepada orang-orang Kristen di
Korintus untuk menghadapi masalah-masalah spesifik yang terjadi di sana
(misalnya, lihat 1Kor. 1:11; 5:1; 7:1), demikian juga para penulis Injil
menuliskan Injilnya untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Karena itu,
wajar bila Injil Yohanes menampilkan rasa yang berbeda bila dibandingkan dengan
Injil Matius; Yohanes hendak menyapa suatu khalayak pembaca yang berbeda pula.
Sebenarnya,
ada banyak "injil" yang ditulis pada abad-abad pertama keberadaaan
gereja. Lukas sendiri menyadari adanya beberapa upaya untuk menyampaikan kisah
Yesus yang telah dilakukan sebelum upayanya ini (Luk. 1:1). Karena itu, tidak
perlu kita ragukan lagi kalau ada (semacam) injil-injil yang telah beredar pada
dekade-dekade awal dari sejarah Kekristenan. Kita juga menyadari bahwa selama
beberapa abad orang-orang terus terdorong untuk menuliskan injil-injil.
Sebagian dari hasil upaya-upaya tersebut telah dikenal oleh para sarjana
biblika dalam bentuk yang utuh sejak dulu; karya-karya lainnya yang dikutip
oleh penulis-penulis masa lalu kini hanya dikenal namanya saja; namun, masih
ada beberapa karya lain yang baru-baru ini ditemukan di antara
penemuan-penemuan arkeologis di Nag Hammadi.
Kemungkinan
besar injil-injil dalam kelompok yang disebut terakhir tadi (kadang-kadang
disebut sebagai "injil-injil apokrifa") dituliskan lama setelah
Injil-Injil Perjanjian Baru ditulis. Isi dari injil-injil ini kadang menyajikan
bahan-bahan yang sangat menghibur dan mengikutsertakan kisah-kisah fantastis
tentang Yesus serta perkataan- perkataan penuh teka-teki dan esoteris yang
dianggap berasal dari Yesus. Seperti yang telah kita ketahui, hanya empat Injil
- Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes - yang kemudian memiliki status otoritas
yang diterima secara luas. Munculnya injil-injil lain yang kurang didasari oleh
sejarah dan memiliki kecenderungan untuk melakukan penafsiran yang spekulatif
ini bisa saja menjadi pendorong bagi pengakuan akan Injil-Injil dalam
Perjanjian Baru sebagai catatan- catatan yang berotoritas.
Walaupun
demikian, beberapa orang masih merasa tidak nyaman karena harus menghadapi
kesaksian berganda tentang kisah Yesus yang seperti ini, bahkan pada masa-masa
awal tersebut. Terasa adanya suatu ketegangan tertentu bila catatan-catatan
yang berbeda itu ditempatkan berdampingan. Untuk memecahkan masalah ini, maka
disusunlah edisi "harmonisasi Injil-injil" yang pertama. Penyusun
buku ini, Tatianus, berusaha untuk menyuling narasi-narasi yang bervariasi
dalam Injil- injil itu ke dalam satu catatan yang berotoritas. Pada akhirnya,
buah dari usaha ini pun dirasakan tidak memuaskan oleh gereja purba waktu itu.
Kelihatannya
judul-judul yang dibubuhkan kepada Injil-Injil tersebut memberikan sudut
pandang terbaik bagi kita untuk memahami solusi purba bagi masalah empat Injil
ini. Pada awalnya, Injil-Injil ini diedarkan tanpa dibubuhi baris judul.
Judul-judul baru dibutuhkan setelah keempat Injil ini dikumpulkan bersama. Bila
diterjemahkan secara harfiah, tulisan-tulisan ini diberi judul "Menurut
Matius", "Menurut Markus", dst. Kata-kata ini tidak sekadar
mengandung makna bahwa Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes adalah penulis
kitab-kitab itu. Sebaliknya, kata "menurut" di sini menyiratkan suatu
konformitas yang sangat mendasar kepada satu kisah - maksudnya, kepada satu
berita injil - yang disampaikan oleh keempat penulis Injil. Hanya ada satu
berita injil, tetapi berita injil itu telah disampaikan melalui empat penulis.
3 Karena itu, dengan memberikan judul demikian kepada keempat kitab tersebut,
gereja purba sedang memberi kesaksian tentang kesatuan dari fokus dan bahasan
keempat Injil itu. Pada saat yang sama mereka sekaligus memberi ruang bagi
hadirnya keragaman dalam penyampaian kisah Injil.
EMPAT INJIL: OTORITAS
YANG DIPIKUL BERSAMA
Apakah
implikasi hal ini bagi pemahaman kita atas Injil-injil pada saat ini? Ada dua
hal. Pertama, kita harus menyadari bahwa ketika gereja mula-mula memilih
keempat Injil tersebut dan menempatkan mereka berdampingan, gereja mula-mula
sedang menyatakan bahwa di antara keempat Injil-injil tidak ada Injil yang
"paling baik" atau "lebih benar" daripada tiga Injil yang lain.
Tentu saja, ketika kita mengakui peran aktif dari gereja purba di dalam proses
kanonisasi Injil-injil, kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu upaya
manusiawi semata. Sebaliknya, kita percaya bahwa Roh Kudus menuntun keseluruhan
proses ini.
Lalu
apa anti dari kesimpulan bahwa keempat Injil-injil itu memiliki status yang
sama? Pada intinya, itu berarti keempat Injil-injil merupakan saksi-saksi yang
sama-sama valid atas berita injil yang tunggal itu, walaupun masing-masing
memang memberikan kesaksian tentang berita injil itu dalam caranya yang khas.
Masing-masing harus dibiarkan untuk bertumpu pada kakinya sendiri. Karena itu,
Injil Yohanes tidak boleh kita anggap sebagai kunci untuk memahami berita dari
Injil Markus. Sebagai karya-karya sastra, Injil-injil tetap memiliki
integritasnya masing-masing. Akan tetapi, implikasi lain yang juga muncul
adalah: tidak satu pun dari keempat Injil itu yang layak untuk menjadi saksi
berotoritas atas berita injil bila hadir sendirian tanpa Injil yang lain.
Karena Injil-injil disampaikan dari perspektif- perspektif yang berbeda, maka
keempat Injil itu saling melengkapi satu dengan yang lain; keempatnya saling
menyeimbangkan; masing-masing menyajikan aspek yang berbeda dari hakikat berita
injil yang tunggal itu, yaitu signifikansi dari kehidupan, kematian, dan
kebangkitan Yesus. Kita membutuhkan keempat-empatnya dan tidak satu pun dari
empat Injil itu dapat kita perlakukan sebagai saksi tunggal tentang
signifikansi Yesus.
Kita
dapat mengilustrasikan poin terakhir ini sambil mengacu kepada salah satu
bagian dari Ucapan Berbahagia yang disampaikan dalam dua bentuk yang berbeda
oleh Matius dan Lukas:
"Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan
Surga." (Mat. 5:3).
"Berbahagialah,
hai kamu yang miskin, karena kamulah yang punya Kerajaan Allah." (Luk.
6:20).
Yang
menjadi pusat perhatian kita bukanlah perbedaan antara bentuk orang ketiga
("merekalah") yang digunakan Matius dan bentuk orang kedua
("kamulah") yang digunakan Lukas. Juga bukan tentang perbedaan antara
istilah Kerajaan Surga yang digunakan Matius dengan Kerajaan Allah yang
digunakan Lukas (sebenarnya, "Kerajaan Surga" dan "Kerajaan
Allah" merupakan sinonim). Lima masalah yang lebih mendasar dalam ayat-
ayat paralel ini terpusat pada kontras antara sapaan yang dalam Injil Matius
kelihatannya ditujukan kepada "orang yang miskin secara rohani"
dengan sapaan kepada "orang yang miskin secara materiil" di dalam
Injil Lukas. Bila kita mengakui kedua Injil ini sebagai saksi- saksi yang
sama-sama berotoritas atas satu berita injil yang sama, maka kita harus melawan
semua upaya yang hendak menonjolkan versi yang satu melebihi versi lainnya.
Kita perlu mendengarkan kedua-duanya. Bila kita menonjolkan yang satu melawan
yang lain, maka hasilnya justru akan merugikan kita.
Karena
itu, sementara kita menghargai serta memberi salut atas bangkitnya kembali
kesadaran di antara banyak orang Injili mengenai kebenaran alkitabiah tentang
sikap Allah bagi orang yang tertindas dan juga tanggung jawab kita demi
kepentingan mereka, kita harus berusaha untuk mengapresiasi keseluruhan kisah
itu. Dengan alasan yang kuat, kalangan Injili yang mulai mengembangkan
kesadaran sosial telah memalingkan perhatian mereka kepada Injil Lukas. Sikap
ini mereka lakukan dalam upaya mendasarkan segala keprihatinan yang mereka
rasakan pada inti dari berita injil.6 Dari berbagai sisi, tampak bahwa Injil
Lukas memang sangat cocok untuk upaya ini. Injil ini memang memberi penekanan
pada Yesus sebagai Juruselamat bagi semua orang, bahkan (dan terutama) bagi
mereka yang tertindas. Walaupun demikian, Lukas hanyalah salah satu dari empat
Injil yang ada. Bila kita mengesampingkan Injil Matius, Markus, ataupun Injil
Yohanes dalam upaya untuk menjangkau inti dari pemberitaan Yesus, maka kita
sama saja sedang menolak fakta bahwa yang hadir di hadapan kita adalah Injil
yang memiliki empat wajah! Karena itu, tidak satu pun dari keempat Injil itu
yang dapat kita perlakukan sebagai saksi berita injil yang komplit, sehingga
tidak perlu dilengkapi oleh tiga Injil lainnya.
Selain
itu, bila kita memperhatikan signifikansi dari istilah miskin pada masa-masa
sebelum dan sesudah pelayanan Yesus di bumi, kita akan melihat tidak adanya
kontradiksi antara ucapan berbahagia versi Matius dengan versi Lukas tersebut.
Oleh karena kondisi-kondisi sosial dan politis yang timbul akibat pendudukan
asing pada masa tersebut (yang akan kita perhatikan pada pasal berikut),
kesetiaan kepada Allah dapat berdampak pada kemiskinan materiil, dan bahkan
inilah yang kerap terjadi! Karena itu, kedua istilah ini, "miskin"
(kemiskinan yang bersifat sosioekonomis) serta "miskin dalam roh"
(kerendahan hati yang penuh kesalehan) sama-sama mencakup dimensi-dimensi
kehidupan yang bersifat religius serta sosial. Ketika Matius dan Lukas
menyampaikan perkataan Yesus ini, keduanya sedang menunjuk kepada satu realitas
yang sama sambil memberi penekanan pada aspek-aspeknya yang berbeda.
V.
LATAR BELAKANG RASUL PAULUS DAN SURAT-SURAT RASUL PAULUS
A.
LATAR BELAKANG PELAYANAN RASUL PAULUS
1.
Kehidupan Paulus Sesudah Pertobatan
Berkotbah
di Damaskus (9:20), Pergi ke Arabia (Gal 1:17), Kembali ke Damaskus (Gal 1:17),
Mengunjungi Yerusalem (Gal 1:18), Dicurigai oleh gereja (Kis 9:27), Berteman
dengan Barnabas (9:27), Orang Yahudi menganiayanya (9:29), Visi untuk pergi
menginjili (22:17-18), Pergi ke Tarsus (9:30), Barnabas membawanya ke Antiokia
(11:25-26), Bekerja di Antiokia (11:26).
2.
Perjalanan Misi Paulus yang Pertama
Bekerja
di Siprus, Salamis, Papos (13:5-11), Namanya diganti (13:9, 13), Ke Perga -
Markus ditinggalkan (13:13), Khotbah di Antiokia (13:14-41), Di Ikonium
(13:51), Di Listra - Paulus dirajam batu (14:8- 19), Derbe - Kota terakhir yang
dikunjungi (14:20), Perjalanan pulang (14:21-26)
3.
Perjalanan Misi Paulus Kedua
Di
Listra & Sisilia (15:41), Listra - Timotius bergabung (16:1-3), Di Pergia
dan Galatia (16:6), Visi ke Troas (16:9), Di Filipi, Lidia & penjaga
penjara (16:13-34), Gereja Tesalonika ditemukan (17:4), Orang- orang percaya di
Berea (17:11-12), Khotbah di Areopagus di Atena (17:16-33), Visi Korintus -
gereja ditemukan (18:1-8), Di Efesus - kunjungan singkat (18:19-20), Kembali ke
Antiokia (18:22)
4.
Perjalanan Misi Paulus Ketiga
Mengunjungi
Galatia & Pirgia (18:23), Efesus (19), Di Makedonia & Grece (20:1-2),
Kotbah di Troas (20:6-12), Perpisahan dengan penatua Efesus (20:17-35), Di Tyre
(21:1-4), Kaesaria (21:8)
B. SURAT-SURAT KIRIMAN
RASUL PAULUS
1.
Hubungan Kisah Para Rasul dengan Kitab-kitab Injil dan Surat-surat Kiriman
Kitab
Kisah Para Rasul adalah jembatan antara Kitab-kitab Injil dan Surat-surat
Kiriman.
Untuk
Kitab-kitab Injil: menjadi jembatan antara pelayanan yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus dan penggenapan nubuat Yesus tentang akan didirikan-Nya Gereja (Mat.
16:18).
Untuk
Surat-surat Kiriman: menjadi jembatan dalam memberi latar belakang Surat-surat
Kiriman, yaitu:
a.
Surat Galatia : Antiokia, Ikonium, Listra, Derbe. (Kis 13:14-14:28)
b.
Surat Filipi: Filipi (Kis 16:11-40)
c.
Surat 1 dan 2 Tesalonika: Tesalonika (Kis 17:1-9)
d.
Surat 1 dan 2 Korintus: Korintus (Kis 18:1-16)
e.
Surat Efesus: Efesus (Kis 19:1-41; 20:17-35)
2. Pengantar untuk
Surat-surat Kiriman Rasul Paulus
a.
Kewibawaan Surat Kiriman Rasul Paulus
Surat-surat
itu sekarang jumlahnya 13 Surat, sesungguhnya lebih tapi hilang. Dari
kesaksiannya Rasul Paulus mempunyai keyakinan yang kuat akan panggilan Allah
dalam hidupnya (Rm 1:6). Ia juga mempunyai kepercayaan yang kuat akan otoritas
Firman yang Allah berikan melalui Paulus kepada gereja-gereja (Jemaat) Kristen
saat itu.
b.
Motif Penulisan
Jangkauan
daerah pelayanan yang luas tidak memungkinkan Paulus mengunjungi mereka satu
per satu. Tetapi jemaat masih muda itu perlu dinasehati, didorong, dihibur dan
dikuatkan. Ditambah lagi saat itu jemaat-jemaat ini belum mempunyai salinan
kitab-kitab Perjanjian Lama (masih menggunakan tradisi lisan). Oleh karena itu,
surat menjadi alat yang sangat penting bagi Paulus untuk berkomunikasi.
Catt.:
Jumlah perjalanan yang ditempuh Paulus dalam km adalah 7800 km darat (harus
ditempuh dengan jalan kaki) dan 900 km lewat laut.
c.
Susunan/struktur Surat
Sama
seperti model-model surat jaman itu, biasanya surat disusun dalam struktur
sbb.:
Nama
penulis (mis: Paulus ..)
Nama
penerima (Kepada jemaat Allah di ...
Salam
pembukaan (kasih karunia dan damai sejahtera dari ..)
Doa
harapan dan ucapan syukur (aku mengucap syukur kepada Allah ...)
Isi
surat (tubuh surat)
Salam
penutup/perpisahan (kasih karunia ....)
d.
Gaya bahasa
Dikenal
gaya pikiran dalam surat Paulus melompat-lompat, sintaksnya patah-patah. Selain
itu juga sulit dimengerti karena sarat dengan konsep-konsep dengan bahasa
filsafat).
e.
Pemahaman Kontekstual
Untuk
memahami Surat-surat Kiriman Rasul Paulus perlu dipelajari hal-hal sbb.:
Harus mengenal Pembaca/Penerima Surat Kiriman tsb. dan kebutuhan mereka.
Surat-surat Kiriman tidak ditulis untuk tujuan indoktrinasi tapi karena ada
masalah.
Masing-masing Surat harus dibaca/dimengerti berdasarkan konteksnya.
C.
PANGGILAN PAULUS UNTUK MENGINJILI ORANG-ORANG NON-YAHUDI
Dari
hasil pelayanan Paulus keberbagai tempat terlihat bahwa Tuhan juga berkenan
memanggil orang-orang bukan Yahudi (bangsa kafir) untuk masuk dalam persekutuan
dengan Kristus. Dan penerimaan itu adalah tanpa syarat, artinya tanpa harus
membuat mereka menjadi orang Yahudi dan mengikuti tradisi Yahudi (mis. sunat).
Paulus dengan berani memberikan dasar Firman Tuhan agar orang-orang Kristen
(baik Yahudi atau non-Yahudi) memahami pengajaran Alkitabiah dengan benar,
bahwa keselamatan adalah semata-mata karena anugerah melalui iman bukan
perbuatan.
D.
STRATEGI PAULUS DALAM MENGABARKAN INJIL
Paulus
adalah contoh seorang misionaris yang berhasil sepanjang sejarah kekristenan.
Hasil pelayanannya meliputi seluruh wilayah Laut Tengah (meliputi 3 benua).
Rahasia keberhasilan pelayanannya adalah:
1.
Pada pemberitaan yang disertai dengan kuasa Roh Kudus.
Bukan
kuasa manusia tapi kuasa yang datang dari atas.
2.
Paulus adalah pemikir ulung dalam menyusun strategi pelayanannya.
a.
Ketidak tergantungan pada fasilitas.
Mengingat
terbatasnya fasilitas yang tersedia saat itu, Paulus betul-betul termasuk
seorang yang luar biasa. Misalnya, tidak tersedianya peta wilayah (dunia),
seluruh perjalanan darat harus ditempuh dengan berjalan kaki dll.
b.
Kemampuan berkomunikasi
Paulus
selalu siap menghadapi setiap kemungkinan; dengan siapa pun dan di mana pun
berada Paulus selalu siap melayani (baik pemimpin agama, politikus, atau orang
biasa/baik di pasar atau di istana).
c.
Kemampuan intelektual
Paulus
selain cerdas, juga rajin belajar. Segala macam topik pembicaraan Paulus selalu
menguasai.
d.
Tahan menderita dan tidak mudah putus asa.
Paulus
tidak hanya rela mengeluarkan keringat bagi pelayanannya, tapi juga air mata.
3. Latar Belakang
Paulus
Walter
M. Dunnett melukiskan latar belakang Paulus sbb.: "Paulus adalah seorang
Yahudi tulen. Inilah faktor utama untuk bisa mengerti perangai dan kegiatannya.
Dia dilahirkan dalam keluarga Yahudi di kota Tarsus, propinsi Kilikia, dan
karenanya selama bertahun-tahun dia terkenal sebagai Saulus dari Tarsus.
Menurut pengakuannya sendiri, dia seorang Farisi, demikian juga ayahnya (Kis.
23:6), berbicara bahasa Aram ("orang Ibrani asli"), dan diajar
membuat tenda pada masa mudanya (Kis. 18:3). Dia berasal dari suku Benjamin
(Fil 3:5). Menurut sejarahnya, suku Benjamin itu orang-orang yang berjiwa pejuang,
dan agaknya, Paulus menyatakan semangat yang amat besar dalam semua usahanya,
terutama sekali dalam penganiayaan terhadap gereja (Gal. 1:13). Pada usia muda
dia pergi ke Yerusalem, dan menurut kesaksiannya yang tertulis dalam Kisah Para
Rasul dia belajar di bawah pimpinan Rabi Gamaliel I yang terkenal, guru yang
utama pada sekolah Hilel (Kis. 22:3). Dari kata-katanya sendiri di surat
Galatia, kita tahu bahwa Saulus "jauh lebih maju" dari banyak
temannya, karena ia "sangat rajin memelihara adat istiadat nenek
moyangku" (Gal. 1:14).
Permulaan
usaha Saulus untuk membasmi Gereja bertepatan dengan pembunuhan Stefanus (Kis.
7:58-8:3). Dia tidak saja menganiaya... "laki-laki dan perempuan" di
Yerusalem, tetapi dengan surat kuasa Imam Besar (Yusuf Kayafas), dia pergi ke
kota-kota lain untuk melaksanakan tugasnya (Kis. 26:10-11). Pada perjalanan
dinas seperti itulah Saulus dari Tarsus berjumpa dengan Yesus dan bertobat
secara luar biasa."
4.
Latar Belakang Teologia Paulus
a.
Seorang Farisi Tulen, yang taat pada Hukum Taurat, hal ini jelas ditunjukkan
dalam kesaksian hidupnya dan juga ketrampilannya dalam menafsir (cara
penafsiran Yahudi).
Paulus
mengadopsi cara berpikir Yunani dalam menyampaikan Injil kepada orang-orang non
Yahudi. Budaya Yunani adalah budaya yang diagung-agungkan jaman itu, oleh
karena itu mengerti budaya Yunani merupakan satu cara memenangkan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar